Geliat Optimis Singkong


Oleh : Raja Cahaya Islam & Rais
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 10 Th. 2014, yang mewajibkan setiap instansi pemerintahan untuk menyediakan singkong sebagai konsumsi dalam rapat, harus ditanggapi secara positif, mengapa? Karena berhubungan dengan korversi bahan dan makanan pokok dari beras ke makanan pokok lain-lain, salah satunya adalah singkong.
Singkong, menjadi bahan pokok selain beras yang masih menjadi makanan popular di Indonesia khususnya di daerah-daerah yang notabene berbasis pedesaan, dan pemukiman-pemukiman masyarakat yang menyandarkan kebutuhannya diareal agraris, atau dalam kata lain masyarakat yang rata-rata bekerja sebagai petani. Seperti di daerah Cireundeu, Kabupaten Bandung Barat, Ternate dan Jailolo, Maluku Utara.
Indonesia memiliki potensi terhadap surat edaran itu, mengingat ketika kolonial Belanda sekitar tahun 1810 membudidayakan singkong di Indonesia, karena makanan pokok ini cocok bagi lidah-lidah masyarakat Indonesia. Sekaligus, tanahnya yang mendukung untuk membudidayakannya. Kondisi seperti ini bisa dilihat sebagai suatu celah di mana singkong akan menjadi popular kembali di kalangan masyarakat Indonesia, meskipun hari ini singkong dianggap sebagai makanan masyarakat kelas bawah (makanan masyarakat pedesaan). Bahkan dengan kreatifitas masyarakat Indonesia, singkong dapat diolah menjadi bermacam-macam makanan yang khas, baik dengan cara pengolahan yang relatif mudah seperti, dibakar, dikukus dan direbus; atau yang terbilang rumit, seperti membuat gaplek, oyek, gatot, dll.
Jika kita coba analisa, tujuan pemerintah dalam memberdayakan potensi singkong menjadi makanan pokok dalam instansi pemerintahan yaitu mencoba mengurangi pengeluaran pemerintah dalam impor makanan pokok. Dengan mengurangi impor makanan pokok, maka pemerintah mencoba mengehamat pengeluaran Negara, dan bisa dialihkan ke program-program lainnya.
Harus dipahami, surat edaran MENPAN dan RB ini, sejalan dengan program kampanye Presiden Jokowi yaitu, Revolusi Mental. Mengapa demikian? Karena hal ini akan mengubah budaya masyarakat Indonesia. Dengan memberdayakan singkong sebagai menu rapat instansi pemerintahan, maka pemerintah ingin menjadi teladan bagi masyarakat, yaitu budaya hemat, produktif, cinta akan produk dalam negeri, kerja keras, kreatif dan inovatif, serta budaya menanam sebelum memanen. Dalam hal ini, pola-pola teladan dari pemerintah diharapkan akan mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif (mass comsumption)

Belajar Dari Poe Hawaii
Kita juga mesti bercermin dari Hawaii, yang mendapatkan keuntungan besar ketika bahan pangan pokoknya (talas) diberdayakan secara optimal. Di Hawaii dikenal kuliner khas bernama poe, yang diolah dari bahan dasar talas, seupa getuk di Indonesia. Bahkan tradisi di Hawaii mewajibkan panganan satu ini menjadi menu tatkala makan malam. Sebab talas dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang. Maka ketika poe tidak disediakan, maka roh nenek moyang tidak akan hadir pada saat jamuan makan malam. Poe diproduksi secara besar-besaran dan dijual dipasar-pasar swalayan, bahkan lebih dihormati dibandingkan dengan mie, roti dan nasi di bagian Amerika Serikat.
Indonesia tentu amat bisa mengadopsi perilaku ini, Dalam hal ini, ketika singkong dibudidayakan secara terhormat, ia akan menjadi entitas kultural yang melekat pada masyarakat Indonesia; pun bisa dijadikan sebagai komoditas berdaya jual yang berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia, lewat kebijakan ekonomi-politik ekspor singkong mentah maupun olahan kreatif. Hal ini juga tentunya akan merangsang minat pengolahan singkong di kalangan masyarakat Indonesia.
Langkah Strategis
Sebenarnya masyarakat Indonesia sudah mengapresiasi terhadap produksi dan konsumsi berbahan Singkong dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Di Jawa barat misalnya ada produksi makanan berjenis keripik yang berbahan singkong, dan sudah mempunyai omzet yang cukup tinggi.
Untuk lebih produktif pemerintah seyogyanya mengambil beberapa langkah strategis, pertama, menjaga tingkat keekonomian harga singkong, agar masyarakat dapat selalu menjadikan singkong sebagai bahan pokok makanan selain beras; kedua, menjaga atau menyediakan lahan; ketiga, memberdayakan kearifan lokal yang sudah ada dengan produksi singkong; keempat, berpihak pada petani, dengan program pemberdayaan-pemberdayaan masyarakat; kelima, membuat atau menyiapkan industri energi yang berbahan baku singkong, dan terakhir melakukan riset-riset yang inovatif.
Tentu situasi ini juga dapat memengaruhi persiapan RI dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) 2015 mendatang. Pemerintah bisa mengambil beberapa peluang keuntungan dengan singkong, baik itu dari segi kuliner tradisional maupun sumber daya energi yang bisa diperbaharui dan ramah lingkungan. Pemerintah harus menyiapkan suatu strategi yang bergerak dari hulu ke hilir. Pengadaan dan pengolahan bahan baku harus disiapkan dari sekarang, serta tidak lupa juga sumber daya manusia yang kreatif.

Singkong akhirnya bisa dimaknai secara kaya (meaningful) oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, Pemerintah juga bisa menjadikan singkong sebagai suatu strategi gerak budaya, ekonomi dan politik yang multikultural, baik itu dalam negeri maupun luar negeri.

Comments

Popular posts from this blog

Berserk, Shingeki No Kyojin dan Kerancuan Agama

Fragmen #3 Dialog dan Anti-dialog

Review Buku: Filsafat Wujud Mulla Sadra