Refleksi atas potensi daya-daya manusia

Oleh: Raja Cahaya Islam
Terinspirasi dari perkataan seorang sahabat, bahwa kebahagiaan lahir dalam hati.
Mungkin hal ini benar adanya, karena sumber kebahagiaan memang muncul dari situ. Penulis pun merasakan hal itu, dan penulis tak akan menyangkalnya. Lalu pertanyaannya , bagaimana kebahagiaabbitu muncul? atau sederhananya, apa sebab dari kebahagiaan?
Penulis menjadinteringat dengan beberapa filosof yang mengatakan bahwa mengetahui kebenaran adalah sumber kebahagiaan. Maksudnya pengetahuan.
Mencari kebenaran adalah sumber kebahagiaan sekaligus kecemasan. Penulis sebut cemas, karena jika seseorang mulai menyadari eksistensinya maka ia akan cemas, atau dengan bahasa lain cemas mengindikasikan seseorang bereksistensi, begitu kata sang melankolis pengkritik Hegel, Kierkegaard.
Mengapa begitu? karena tidak mungkin seseorang berekaistensi, yang berimplikasi kecemasan, tanpa 'mengetahui' eksistensi dirinya. Namun, mengapa harus cemas? barangkali yang dimaksud oleh Kierkegaard, bahwa dengan mengetahui eksistensi kita, kita akan sadar bahwa kita belum beresensi (ini merupakan postulat dasar eksistenaialisme).
Namun, sumber kebahagiaan disisi lain dapat membahagiakan, mengapa? karena dengan pengetahuan, dalam artian mendapat pegangan, kita menjadi tenang a.k.a. bahagia. Kepastian merupakan sumber ketenangan, dan kepastian didapat oleh pengetahuan.
Namun, uniknya hati adalah sumber kebahagiaan, atau hati yang merasakan kebahagiaan. Namun, perolehan pengetahuan (sebagaimana kita sepakati sebelumnya) didapat melalui rasio. Jadi yang mana yang menjadi sumber pengetahuan? rasio atau hati?
Para filosof muslim menjawab, keduanya merupakan sumber kebahagiaan (pengetahuan). Al-Farabi, Sang guru kedua setelah Aristoteles, tidak mengenyampingkan daya-daya yang ada dalam diri manusia yaitu, rasio dan hati. Keduanya merupajkan kesatuan. Tidak seperti dalam tradisi filsafat barat yang cenderung memakai pola dikotomis rasio dan hati (kita ganti saja dengan istilah intuisi). Jadi benar juga jika dikatakan bahwa hati sumber kebahagiaan, meskipun sangat subjektif. Kita harus akui itu, karena hanya 'diri' yang merasakannya. Sedangkan rasio itu bisa dikatakan lebih cenderung objektif (jita berbicara objektif subjektif dalam artian pengetahuan). Karena rasio dalam menjelaskan sesuatu, selalu memberi jarak pada objek, atau sederhananya mengarah pada objek.
Tentunya kita musti mendapatkan pengetahuan yang bersifat objektif, dalam artian menemukan hakikat dari suatu realitas. Karena jika kita hanya mengandalkan intuisi, hal ini bisa mencelakakan kita. Mengapa? kita harus ketahui bahwa intuiai benar-benar dibentuk oleh sesuatu diluar 'diri'nya. Contoh, anda bisa dulu tak beribadah pun biasa saja, namun ketika anda membiasakan diri beribadah, maka anda akan gelisah ketika meninggalkan ibadah. 'Kebiasaan' inilah yang menjadi ciri khas dari intuisi. Maka kita harus berhati-hati. Sedangjan rasio tak seperti itu, rasio bisa lepas dari 'bentukan' luar dirinya. Dalam artian seperti ini, rasio bisa bertindak tanpa 'membawa-bawa' naluri hewani. Misalnya enak dan tak enak. Contoh, ketika meminum obat. Obat itu pahit, namun rasio menerjemahkan bahwa obat itu baim bagi kesembuhan, Lantas kita meminumnya. begitu kurang lebih peran kedua daya itu.
Nah, jika logika deduktif ini cocok. Maka kasus dalam kebahagiaan pun demikian. Kebahagiaan dapat diperoleh lewat rasio, atau lewat intuisi. Namun, perlu digaris bawahi, dalam perolehan melalui intuisi, perlulah pengetahuan (pengalaman) itu diterjemahkan oleh akal. Karena jika pengetahuan intuiai itu tak dapat dijabarkan oleh rasio, maka pengetahuan itu omongkosong belaka.
Murtadha Muthohari menyebutkan demikian, bahwa rasio (akal) merupakan alat perolehan pengetahuan, dan Islam mengakuo peran ini setelah al-Qur'an, Sunnah, Ijma.
Maka dari itu, perlulah kita terjemahkan kembali sumber kebahagiaan itu sendiri. Ringkasnya pengetahuan diperoleh oleh rasio, dan intuisi oleh rasio (meskipun istilah ini kacau dan rancu, penulia harap pembaca dapat mengerti).

Comments

Popular posts from this blog

Berserk, Shingeki No Kyojin dan Kerancuan Agama

Fragmen #3 Dialog dan Anti-dialog

Review Buku: Filsafat Wujud Mulla Sadra