Refleksi keberagamaan part 3
"2 petani di Lumajang diculik, 1 ditemukan tewas dgn tangan terikat, 1 lagi kritis, dirawat di RS. Mereka adl petani yg lahannya dirampas perusahaan tambang"
Itulah postingan yang di Upload oleh rekan saya, 15 jam yang lalu (dari hari ini, 28 September 2015, pukul 10.48) panggil saja Yoga.
Sungguh miris sebetulnya, dan benar-benar sangat menggetarkan hari penulis ketika membaca perkata dari tulisan Yoga. Begitu sadisnya para pelaku yang membrangus para petani yang sedang memperjuangkan haknya. Jika kita pakai refleksi kita di beberapa part sebelumnya. Sungguh, spirit pembebasan sangat kentara menyelimuti para petani itu.
Hanya saja permasalahan kita sekarang adalah, bagaimana merespon kasus tersebut. Sepekan ini, terhitung dari tanggal yang telah disebutkan sebelumnya, sedang ramai membicarakan tragedi Mina, dengan beragam gosip yang sangat memecah belah, antara lain: banyak yang mengaitkan masalah ini dengan sekte, semacam Sunni dan Syia'h, serta mempermasalahkan hal-hal semacam ini.
Info dari Yoga ini, menurut penulis bagaikan pecut bagi kalangan umat beragama, terkhusus Islam. Mengapa? karena, sepertinya kita lupa terhadap permasalahan yang sangat nampak dimoncong kita, sedangkan permasalahan yang--katakan--jauh kita perhatikan. Ini mengingatkan kita juga, bahwa masalah teologis kadang hanya berada pada wilayaj eskatologis, padahal tidak sama sekali.
Konflik sektarian dengan bentuk simbolik benar-benar permasalahan teologis. Dan menurut penulis, masalah teologis tak akan 'selesai' di dunia ini. Cukup sikap toleran saja yang dikedepankan. Cukup Tuhan saja yang menilai di akhirat nanti mana yang benar dan mana yang salah. Disamping pencarian kebenaran menjadi kewajiban bagi kita. Namun, sikap yang harus mewujud itu adalah sikap yang bijak. Hari ini kita dihadapkan pada masalah yang benar-benar nampak, yang harus 'diselesaikan sekarang juga'.
Selain itu permasalahan teologis, terkhusus masalah sekte, harap dikesampingkan dahulu, karena masalah ini kerapkali menimbulkan perpecahan. Sudah saatnya, menurut penulis, permasalahan teologi yang bersifat eskatologis itu (berbicara siapa yang benar) diganti dengan masalah duniawi. Karena agama tidak hanya berbicara 'akhirat' saja. Namun, dunia pun tercakup dalam pembahasan agama. Agama itu tak cukup membicarakan langit, bumi pun tentunya diajak bicara.
Saatnya, kaum agamawan membela kaum tertindas, sebagaimana Rasul mengangkat derajat Bilal Sang budak.
Itulah postingan yang di Upload oleh rekan saya, 15 jam yang lalu (dari hari ini, 28 September 2015, pukul 10.48) panggil saja Yoga.
Sungguh miris sebetulnya, dan benar-benar sangat menggetarkan hari penulis ketika membaca perkata dari tulisan Yoga. Begitu sadisnya para pelaku yang membrangus para petani yang sedang memperjuangkan haknya. Jika kita pakai refleksi kita di beberapa part sebelumnya. Sungguh, spirit pembebasan sangat kentara menyelimuti para petani itu.
Hanya saja permasalahan kita sekarang adalah, bagaimana merespon kasus tersebut. Sepekan ini, terhitung dari tanggal yang telah disebutkan sebelumnya, sedang ramai membicarakan tragedi Mina, dengan beragam gosip yang sangat memecah belah, antara lain: banyak yang mengaitkan masalah ini dengan sekte, semacam Sunni dan Syia'h, serta mempermasalahkan hal-hal semacam ini.
Info dari Yoga ini, menurut penulis bagaikan pecut bagi kalangan umat beragama, terkhusus Islam. Mengapa? karena, sepertinya kita lupa terhadap permasalahan yang sangat nampak dimoncong kita, sedangkan permasalahan yang--katakan--jauh kita perhatikan. Ini mengingatkan kita juga, bahwa masalah teologis kadang hanya berada pada wilayaj eskatologis, padahal tidak sama sekali.
Konflik sektarian dengan bentuk simbolik benar-benar permasalahan teologis. Dan menurut penulis, masalah teologis tak akan 'selesai' di dunia ini. Cukup sikap toleran saja yang dikedepankan. Cukup Tuhan saja yang menilai di akhirat nanti mana yang benar dan mana yang salah. Disamping pencarian kebenaran menjadi kewajiban bagi kita. Namun, sikap yang harus mewujud itu adalah sikap yang bijak. Hari ini kita dihadapkan pada masalah yang benar-benar nampak, yang harus 'diselesaikan sekarang juga'.
Selain itu permasalahan teologis, terkhusus masalah sekte, harap dikesampingkan dahulu, karena masalah ini kerapkali menimbulkan perpecahan. Sudah saatnya, menurut penulis, permasalahan teologi yang bersifat eskatologis itu (berbicara siapa yang benar) diganti dengan masalah duniawi. Karena agama tidak hanya berbicara 'akhirat' saja. Namun, dunia pun tercakup dalam pembahasan agama. Agama itu tak cukup membicarakan langit, bumi pun tentunya diajak bicara.
Saatnya, kaum agamawan membela kaum tertindas, sebagaimana Rasul mengangkat derajat Bilal Sang budak.
![]() |
Gambar diambil dari: Display Picture BBM Yoga ZaraAndrita |
Comments
Post a Comment