Tuhan dan simbol
(Destruksi Metafisika Kehadiran)
[...]
Masalah bahasa ... yang membuat akidah dan teologi jadi problematis. Teologi selamanya terbatas—bahkan mencong. Jean-Luc Marion mengatakan teologi membuat penulisnya “munafik”. Sang penulis berlagak bicara tentang hal-hal yang suci, tetapi ia niscaya tak suci. Sang penulis bicara mau tak mau melampaui sarana dan kemampuannya. Maka, kata Marion, “kita harus mendapatkan pemaafan untuk tiap risalah dalam teologi”.
Theisme cenderung tak mengacuhkan itu. Theisme umumnya berangkat dari asumsi bahwa dalam bahasa ada makna yang menetap karena sang signatum hadir dan terjangkau—asumsi “metafisika kehadiran”.
Ini tampak ketika kita mengatakan “Tuhan yang Maha Esa”. Bukan saja di sana ada anggapan bahwa makna “Tuhan” sudah pasti. Juga kata esa menunjuk ke sesuatu yang dapat dihitung. Jika “tuhan” dapat dihitung, Ia praktis setaraf dengan benda. Ketika kita mengatakan “Tuhan itu Satu”, kita sebenarnya telah menyekutukan-Nya.
[...]
Dari: Goenawan Mohamad, dalam "Tentang Atheisme dan Tuhan yang Tak Harus Ada", penulis ambil dari grup facebook Aqidah Filsafat Bandung.
[...]
Masalah bahasa ... yang membuat akidah dan teologi jadi problematis. Teologi selamanya terbatas—bahkan mencong. Jean-Luc Marion mengatakan teologi membuat penulisnya “munafik”. Sang penulis berlagak bicara tentang hal-hal yang suci, tetapi ia niscaya tak suci. Sang penulis bicara mau tak mau melampaui sarana dan kemampuannya. Maka, kata Marion, “kita harus mendapatkan pemaafan untuk tiap risalah dalam teologi”.
Theisme cenderung tak mengacuhkan itu. Theisme umumnya berangkat dari asumsi bahwa dalam bahasa ada makna yang menetap karena sang signatum hadir dan terjangkau—asumsi “metafisika kehadiran”.
Ini tampak ketika kita mengatakan “Tuhan yang Maha Esa”. Bukan saja di sana ada anggapan bahwa makna “Tuhan” sudah pasti. Juga kata esa menunjuk ke sesuatu yang dapat dihitung. Jika “tuhan” dapat dihitung, Ia praktis setaraf dengan benda. Ketika kita mengatakan “Tuhan itu Satu”, kita sebenarnya telah menyekutukan-Nya.
[...]
Dari: Goenawan Mohamad, dalam "Tentang Atheisme dan Tuhan yang Tak Harus Ada", penulis ambil dari grup facebook Aqidah Filsafat Bandung.
Barangkali maksud Goenawan Muhamad adalah menganggap benar (absolut) simbolisasi trrhadap Tuhan. Padahal Sang Tersembunyi itu tak akan pernah diketahui. Simbol tak akan pernah mewakilinya. Simbol 'Satu' merupakan musytarak lafdzi (kalau tidak salah), yang bermakna tunggal. Padahal Ia merupakan ketakterhingaan dalam ketunggalan yang absolut. Jadi jelas Ia tak terwakilkan (tergambarkan) oleh simbol terkhusus angka. Yang dapat diketahui adalah sifat-Nya bukan Dzat-Nya, begitu kata Rumi.
Kunjungan Blogwalking nih gan :D
ReplyDeletekbetulan ane juga anak filsafat :D
visit back please.. :)
#Hacker Blitar™..
#Blog Deevro™
oke bos
ReplyDelete