Reflekai atas perjuangan
Perjuangan merupakan bahasa yang seringkali terdengar dari orang-orang yang menuntut sesuatu. Mungkin klaim ini masih terlalu simplistis, namun penulis kira ini cukup untuk menggambarkan pembicaraan kita kali ini.
Siapa yang tak pernah mendengar kata ini? Orang-orang yang tak pernah terlahir takkan pernah mendengar kata ini. Dan mereka adalah orang-orang yang beruntung, begitu ucap Soe Hok Gie. Mengapa dia berkata demikian? entah. Karena bagaimana mungkin kita tahu bahwa mereka merasa beruntung, atau barangkali orang yang tak pernah terlahir itu ingin sekali hidup, merasakan kesialan agar mengerti apa itu beruntung. Apakah Soe Hok Gie terlalu cepat mengambil kesimpulan? penulis tak tahu.
Ternyata kata perjuangan hanya terdengar oleh orang-orang yang sial, jika kita mendasarkan diri pada pengertian Gie tentang manusia. Barangkali kita harus menyepakati pengertian ini. Karena perjuangan tak mungkin ada jika tak ada kekacauan, jika tak ada yang harus dituntut atau apapun. Karena penulis rasa tidak mungkin kita berjuang melawan kebaikan. Tapi mungkin-mungkin saja, hanya saja kita harus garis bawahi bahwa orang yang mengatakan bahwa si 'anu' sedang melawan kebaikan, berarti bahwa yang menyatakan merasa bahwa si 'anu' nerada dalam posisi yang salah. Namun, bagi si 'anu' ia merasa bahwa dirinya benar, dan merasa melawan kesalahan. Dan keduanya sedang berjuang.
Siapa yang tak pernah mendengar kata ini? Orang-orang yang tak pernah terlahir takkan pernah mendengar kata ini. Dan mereka adalah orang-orang yang beruntung, begitu ucap Soe Hok Gie. Mengapa dia berkata demikian? entah. Karena bagaimana mungkin kita tahu bahwa mereka merasa beruntung, atau barangkali orang yang tak pernah terlahir itu ingin sekali hidup, merasakan kesialan agar mengerti apa itu beruntung. Apakah Soe Hok Gie terlalu cepat mengambil kesimpulan? penulis tak tahu.
Ternyata kata perjuangan hanya terdengar oleh orang-orang yang sial, jika kita mendasarkan diri pada pengertian Gie tentang manusia. Barangkali kita harus menyepakati pengertian ini. Karena perjuangan tak mungkin ada jika tak ada kekacauan, jika tak ada yang harus dituntut atau apapun. Karena penulis rasa tidak mungkin kita berjuang melawan kebaikan. Tapi mungkin-mungkin saja, hanya saja kita harus garis bawahi bahwa orang yang mengatakan bahwa si 'anu' sedang melawan kebaikan, berarti bahwa yang menyatakan merasa bahwa si 'anu' nerada dalam posisi yang salah. Namun, bagi si 'anu' ia merasa bahwa dirinya benar, dan merasa melawan kesalahan. Dan keduanya sedang berjuang.
Terlepas dari pembicaraan itu. Apakah kalian tahu mengenai ideologi (jika bisa dikatakan demikian) yang ingin menghilangkan hak milik atas alat produksi? barangkali, kita sudah mengenal ini. Mereka memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Begitu mulia cita-cita mereka, untuk menghilangkan hak miliki atas alat produksi. Atau barangkali kita bisa katakan: menghilangkan hubungan produksi (kelas borjuis dan proletar). Sistem kapitalisme memang sangat mengeksploitasi buruh. Bukan karena alasan etis, namun merupakan keniscayaan objektif. Namun, ekploitasi ini mungkin tak disadari secara langaung oleh masyarakat awam. Namun, bagi orang yang memiliki ideologi ini tidak demikian.
Tokoh yang, sebut saja, mencetuskan teori-teori hal ihwal masalah kapitalisme, dan terkenal dengan magnum opus nya yaitu : Das Kapital, meramalkan bahwa kapitalisme niscaya akan hancur dengan sendirinya, disebabkan oleh irasionalitas dalam sistemnya. Orang yang meramalkan itu adalah Karl Marx.
Namun ternyata ramalan ini tidak tepat. Karena pada nyatanya hari ini, hak milik atas alat produksi masih ada. Pabrik-pabrik menjamur dimana-mana. Namun, perjuangan Marx tak berakhir aeiring kematiannya. Para penerus Marx ternyata masih ada, bahkan di Indonesia sekalipun. Mereka masih berjuang demi cita-cita Marx.
Tokoh yang, sebut saja, mencetuskan teori-teori hal ihwal masalah kapitalisme, dan terkenal dengan magnum opus nya yaitu : Das Kapital, meramalkan bahwa kapitalisme niscaya akan hancur dengan sendirinya, disebabkan oleh irasionalitas dalam sistemnya. Orang yang meramalkan itu adalah Karl Marx.
Namun ternyata ramalan ini tidak tepat. Karena pada nyatanya hari ini, hak milik atas alat produksi masih ada. Pabrik-pabrik menjamur dimana-mana. Namun, perjuangan Marx tak berakhir aeiring kematiannya. Para penerus Marx ternyata masih ada, bahkan di Indonesia sekalipun. Mereka masih berjuang demi cita-cita Marx.
Ada yang unik mengenai perjuangan atas cita-cita penghapusan kelas-kelas beserta kepemilikan AP (alat produksi. Para pejuang itu patut diakui sangat gigih.
Suatu ketika, ada seorang yang sedang menyebarkan pahamnya itu kepada khalayak ramai, dengan teriakan yang menggebu sehinfga membuat bulu kuduk merinsing jika mendengarnya. Orasinya sangat memukau sehingga khalayak tak mampu berkedip sedikitpun. Tangan kiri yang diacungkan ke aata,s melambangkan perlawanan, dan mencerminkan spirit revolusioner dari dalam jiwanya. Namun uniknya, ditangan kanannya terdapat rokok buatan pabrik, baju buatan pabrik, celana buatan pabrik, dan sepatu buatan pabrik dan segala hal yang berkaitan dengan pabrik.
Hal ini sungguh membingungkan, disisi lain ia sangat menentang eksploitasi terhadap buruh, namun ia memakai hasil dari eksploitasi terhadap pabrik. Mungkin kita bisa sebut bahwa hal ini dilematis.
Tentunya tidak hanya dalam contoh ini saja. Contoh lain adalah seorang kiyainyang melarang memakan riba tapi menggunakan bank.
Perjuangan memang seringkali problematis. Apakah itu perjuangan demi kebaikan atau sebaliknya.
Suatu ketika, ada seorang yang sedang menyebarkan pahamnya itu kepada khalayak ramai, dengan teriakan yang menggebu sehinfga membuat bulu kuduk merinsing jika mendengarnya. Orasinya sangat memukau sehingga khalayak tak mampu berkedip sedikitpun. Tangan kiri yang diacungkan ke aata,s melambangkan perlawanan, dan mencerminkan spirit revolusioner dari dalam jiwanya. Namun uniknya, ditangan kanannya terdapat rokok buatan pabrik, baju buatan pabrik, celana buatan pabrik, dan sepatu buatan pabrik dan segala hal yang berkaitan dengan pabrik.
Hal ini sungguh membingungkan, disisi lain ia sangat menentang eksploitasi terhadap buruh, namun ia memakai hasil dari eksploitasi terhadap pabrik. Mungkin kita bisa sebut bahwa hal ini dilematis.
Tentunya tidak hanya dalam contoh ini saja. Contoh lain adalah seorang kiyainyang melarang memakan riba tapi menggunakan bank.
Perjuangan memang seringkali problematis. Apakah itu perjuangan demi kebaikan atau sebaliknya.
Sangat mengerikan bagi penulis, mungkin tidak bagi mereka. Tapi penulia berusaha ngopi dengan tenang, mengamini ucapan Gie, bahwa kita adalah manusia sial, karena terlahir ditengah perjuangan, ddaan mendoakan Marx agar tenang di alam sana.
![]() |
Gambar diambil dari: Google.com |
Comments
Post a Comment