Ingatan Masa Lalu
Oleh: Raja Cahaya Islam
![]() |
Gambar diambil dari: |
“Bagaimana tugasmu kemarin?”
“Belum…” jawab Fred dengan muka datar
“Yasudah aku akan cek kembali lusa”
kalimat itu menutup pembicaraan mereka, perempuan berkacamata itu pergi.
Fred tak melirik sedikit pun kepada
perempuan itu, ia kembali melangkahkan kakinya. Ketika sampai diperempatan, ia
memberhentikan sebuah taksi berwarna biru muda. Selama 25 tahun ia tak pernah
memiliki kendaraan pribadi, bahkan ketika ia ditawari sebuah motor bekas oleh
saudara tirinya, ia menolak, dengan alasan tak memiliki biaya untuk bahan
bakar. Ia menyadari bahwa alasan itu tak masuk akal, namun ia cukup puas dengan
jawaban itu, karena saudaranya langsung mengurungkan niatnya.
Di dalam taksi, ia tak melakukan apa-apa
selain menatap ke arah jendela, bukan hendak untuk melihat pemandangan tapi
karena memang tak ada yang menarik untuk dilihat. Tak lama setelah itu, handphonenya berdering.
“Apa kabarmu sobat?” ucap seseorang dalam
telepon.
“Siapa?” jawab Fred dengan nada datar.
“Ini Cony, ingat?”
“Oh Cony, bagaimana kabarmu?” ia agak
mengubah nada suara, agar terdengar ramah.
“Baik, bagaimana karirmu?”
“Seperti biasa, tak ada yang menarik”
“Aku harap itu bukan suatu masalah” Cony
mengubah suaranya agak rendah “Apakah kau ingat kita memiliki janji 5 tahun
yang lalu?”
Fred mencoba mengingatnya, apakah ia
pernah membuat janji dengan Cony. Ia mencoba mengingat dengan keras, namun tak
menghasilkan apa-apa.
“Maaf Cony, aku lupa” tukas Fred.
“Kau payah” jawab Cony disertai tawa
kecil “Bagaimana kalau kita bertemu lusa nanti?”
“Aku ada janji dengan rekan kerjaku,
bagaimana jika hari lain?”
“Oke lima hari lagi kita bertemu di
sebuah restoran dekat L Street, pukul 4 sore. Bagaimana?”
“Baiklah”
Telpon lalu ditutup. Ia mencoba mengingat
kembali apa yang pernah ia janjikan kepada Cony. Ia langsung teringat kepada
hari dimana ia sempat berbincang dengan Cony di sebuah taman kota. Fred ingat
mereka pernah membicarakan seseorang. Seseorang itu bernama Essack. Ia begitu sempurna,
tampan, pintar dan disukai banyak orang, dan ia begitu baik kepada Fred. Bahkan
ia pernah diberi penghargaan Nobel Sastra. Essack berperawakan sedang, kulitnya
putih disertai rambutnya yang hitam dengan gaya model Undercut. Matanya agak sipit, namun ia memiliki hidung yang
mancung.
Akhirnya dia ingat, namun apa yang ia
janjikan kepada Cony? Mungkin ketidaktahuan itu akan hilang dalam lima hari
lagi, yaitu ketika ia duduk di depan meja restoran, bersama seorang wanita yang
menelponnya barusan.
***
Setelah selesai melepaskan dasi dan
kemeja putihnya, Fred pergi untuk mandi. Setelah selesai mandi, ia pergi menuju
kamarnya dan membiarkan tubuhnya terkulai di atas ranjang. Wajahnya menatap
langit-langit yang agak berdebu, tangannya ia rentangkan. Fred masih penasaran
dengan janji yang pernah ia buat dengan Cony. Ia kembali mengingat obrolannya
tentang Essack.
Waktu itu matahari sedang menyoroti taman
kota yang agak ramai, beberapa orang sedang lari pada pagi hari itu, ada pula
petugas yang sedang memotong rumput dengan mesinnya yang berisik. Posisi Fred
terletak ditengah-tengah taman tersebut, tepatnya sedang duduk diatas kursi
kayu yang panjang, ditemani oleh seorang wanita berambut pendek yang mengenakan
jaket kulit berwarna coklat. Ia adalah Cony. Di sebelah kiri mereka, terdapat
pohon yang agak rindang memayungi mereka, sepertinya itu pohon Oak.
“Sudah kubilang dia adalah pria yang
aneh” desis Cony kepada Fred.
“Maksudmu?” Fred mencoba memerlihatkan
ekspresi penasaran, meskipun tampak memaksa.
“Bagaimana mungkin ia dapat menciptakan
lima karya, dalam waktu satu bulan? Apakah itu tidak mengganggu pikiranmu?”
Cony mengeratkan kedua tangannya pada kursi taman sambil menolehkan wajahnya
kepadaku.
“Apanya yang salah?” jawab Fred dengan
datar
“Maksudku, seorang sastrawan terkenal pun
tak mungkin mengerjakan lima buah karya dalam satu bulan, itu waktu yang
terlalu cepat. Aku yakin ia tak mengerjakan karyanya sendirian”
“Lalu…?”
“Pasti ia curang, bagaimana mungkin
dengan kecurangannya itu ia mendapatkan penghargaan Sastra?!!”
“Tenanglah, tidak ada yang salah dengan
itu” Fred mencoba menenangkan
“Kita mesti membuktikan kecurangan itu
Fred, apakah kau setuju denganku?”
Seorang pria dewasa mendekat, dengan
rokok di mulutnya “Apakah kau punya korek api?”
“Maaf kami tidak memilikinya” tanggap
Cony, pria itu pun pergi.
“Aku setuju” Fred melanjutkan percakapan
“hanya saja aku tak mau dilibatkan lebih jauh”
“Tentu, biar aku saja yang mencari
tahunya, ini persoalan kemanusiaan kau tahu? Ini soal kejujuran!”
“Ya, ya, ya… terserah padamu saja. Aku
harus pergi, selamat tinggal” Fred berdiri lalu melesat pergi dari hadapan
Cony.
***
Akhirny Fred mengingatnya, ia yakin Cony
telah mendapatkan informasi tentang Essack. Meskipun telah terselang lima
tahun, informasi ini akan sangat berharga bagi semua orang. Rahasia akan
terungkap. Namun ia berpikir, barangkali karir Essack akan hancur ditelan info
dari Cony ini.
Esok hari, ia menemui perempuan
berkacamata, sesuai dengan janjinya. Mereka bertemu di kantor, tepatnya di
ruang kerja Fred. Jam menunjukan pukul 14.00 PM. Ia baru saja menyelesaikan
tugas dari kantor, berkas-berkas di meja yang berantakan dirapikannya, agar
perbincangan dengan perempuan itu nyaman. Tak lama kemudian perempuan itu
datang. Ia mengetuk pintu. Tangan Fred memberi isyarat agar ia segera masuk.
“Ini berkas yang kemarin kau tagih”
berkas yang dirapikan Fred tadi, ia sodorkan kepada wanita itu.
“Terimakasih, nanti akan aku cek”
perempuan itu mengambil berkasnya dan berjalan menuju pintu. Namun, ia menengok
kembali kepada Fred.
“Apakah kau telah membaca koran hari
ini?” tanya perempuan itu
“Belum, memangnya kenapa?”
“Kalau tidak salah ada seorang sastrawan
berinisial “E” tertangkap suatu kasus”
“Kasus apa?”
“Di koran ia diberitakan, penghargaan
sastranya dicabut karena karyanya bukan asli karangannya. Bagiku itu merupakan
ironi, berani-beraninya ia mengotori kesusastraan”
Fred tersentak, ia pikir Cony telah
menguak rahasia itu. Mungkin nanti Cony akan segera menceritakan bahwa ia telah
melaporkan Essack.
“Terimakasih telah memberitahuku”
***
Tepat pukul 15.55 di restoran dekat L
Street, Fred sedang duduk menanti kedatangan Cony. Ia sudah tak sabar menunggu
siapa sebenarnya dalang dibalik karya-karya Essack. Dari arah Barat Cony
melambaikan tangannya dari jauh, dan berlari menghampiri Fred.
“Bagaimana kabarmu” tanya Cony setelah ia
duduk di depan meja, Fred berada di depannya.
“Baik” jawab Fred singkat “Bagaimana
pembicaraan kita waktu itu, apakah kau akan menceritakannya padaku. Janji itu,
kau ingat kan?” lanjut Fred langsung menuju pokok permasalahan.
“Tentu…”
“Apa kau akan menceritakan soal Essack?”
potong Fred
“Bagaimana kau tahu? Apa kau telah
mengingat janji kita lima tahun yang lalu?” Cony tertawa
“Tentu saja aku ingat, coba ceritakan
padaku”
“Aku akan menikah dengan Essack”
TAMAT
Comments
Post a Comment