Ingatan Masa Lalu

Oleh: Raja Cahaya Islam
Gambar diambil dari: carta-de-michael.blogspot.com
Pada pagi hari yang cukup cerah Fred berjalan di trotoar sambil menggendong tas di punggungnya, ia dihampiri oleh seorang perempuan yang mengenakan rok panjang berwarna hitam, disertai kemeja putih yang bersih. Kacamata bertulang hitamnya agak dibetulkan ketika hendak berbicara pada Fred.
“Bagaimana tugasmu kemarin?”
“Belum…” jawab Fred dengan muka datar
“Yasudah aku akan cek kembali lusa” kalimat itu menutup pembicaraan mereka, perempuan berkacamata itu pergi.
Fred tak melirik sedikit pun kepada perempuan itu, ia kembali melangkahkan kakinya. Ketika sampai diperempatan, ia memberhentikan sebuah taksi berwarna biru muda. Selama 25 tahun ia tak pernah memiliki kendaraan pribadi, bahkan ketika ia ditawari sebuah motor bekas oleh saudara tirinya, ia menolak, dengan alasan tak memiliki biaya untuk bahan bakar. Ia menyadari bahwa alasan itu tak masuk akal, namun ia cukup puas dengan jawaban itu, karena saudaranya langsung mengurungkan niatnya.
Di dalam taksi, ia tak melakukan apa-apa selain menatap ke arah jendela, bukan hendak untuk melihat pemandangan tapi karena memang tak ada yang menarik untuk dilihat. Tak lama setelah itu, handphonenya berdering.
“Apa kabarmu sobat?” ucap seseorang dalam telepon.
“Siapa?” jawab Fred dengan nada datar.
“Ini Cony, ingat?”
“Oh Cony, bagaimana kabarmu?” ia agak mengubah nada suara, agar terdengar ramah.
“Baik, bagaimana karirmu?”
“Seperti biasa, tak ada yang menarik”
“Aku harap itu bukan suatu masalah” Cony mengubah suaranya agak rendah “Apakah kau ingat kita memiliki janji 5 tahun yang lalu?”
Fred mencoba mengingatnya, apakah ia pernah membuat janji dengan Cony. Ia mencoba mengingat dengan keras, namun tak menghasilkan apa-apa.
“Maaf Cony, aku lupa” tukas Fred.
“Kau payah” jawab Cony disertai tawa kecil “Bagaimana kalau kita bertemu lusa nanti?”
“Aku ada janji dengan rekan kerjaku, bagaimana jika hari lain?”
“Oke lima hari lagi kita bertemu di sebuah restoran dekat L Street, pukul 4 sore. Bagaimana?”
“Baiklah”
Telpon lalu ditutup. Ia mencoba mengingat kembali apa yang pernah ia janjikan kepada Cony. Ia langsung teringat kepada hari dimana ia sempat berbincang dengan Cony di sebuah taman kota. Fred ingat mereka pernah membicarakan seseorang. Seseorang itu bernama Essack. Ia begitu sempurna, tampan, pintar dan disukai banyak orang, dan ia begitu baik kepada Fred. Bahkan ia pernah diberi penghargaan Nobel Sastra. Essack berperawakan sedang, kulitnya putih disertai rambutnya yang hitam dengan gaya model Undercut. Matanya agak sipit, namun ia memiliki hidung yang mancung.
Akhirnya dia ingat, namun apa yang ia janjikan kepada Cony? Mungkin ketidaktahuan itu akan hilang dalam lima hari lagi, yaitu ketika ia duduk di depan meja restoran, bersama seorang wanita yang menelponnya barusan.
***
Setelah selesai melepaskan dasi dan kemeja putihnya, Fred pergi untuk mandi. Setelah selesai mandi, ia pergi menuju kamarnya dan membiarkan tubuhnya terkulai di atas ranjang. Wajahnya menatap langit-langit yang agak berdebu, tangannya ia rentangkan. Fred masih penasaran dengan janji yang pernah ia buat dengan Cony. Ia kembali mengingat obrolannya tentang Essack.
Waktu itu matahari sedang menyoroti taman kota yang agak ramai, beberapa orang sedang lari pada pagi hari itu, ada pula petugas yang sedang memotong rumput dengan mesinnya yang berisik. Posisi Fred terletak ditengah-tengah taman tersebut, tepatnya sedang duduk diatas kursi kayu yang panjang, ditemani oleh seorang wanita berambut pendek yang mengenakan jaket kulit berwarna coklat. Ia adalah Cony. Di sebelah kiri mereka, terdapat pohon yang agak rindang memayungi mereka, sepertinya itu pohon Oak.
“Sudah kubilang dia adalah pria yang aneh” desis Cony kepada Fred.
“Maksudmu?” Fred mencoba memerlihatkan ekspresi penasaran, meskipun tampak memaksa.
“Bagaimana mungkin ia dapat menciptakan lima karya, dalam waktu satu bulan? Apakah itu tidak mengganggu pikiranmu?” Cony mengeratkan kedua tangannya pada kursi taman sambil menolehkan wajahnya kepadaku.
“Apanya yang salah?” jawab Fred dengan datar
“Maksudku, seorang sastrawan terkenal pun tak mungkin mengerjakan lima buah karya dalam satu bulan, itu waktu yang terlalu cepat. Aku yakin ia tak mengerjakan karyanya sendirian”
“Lalu…?”
“Pasti ia curang, bagaimana mungkin dengan kecurangannya itu ia mendapatkan penghargaan Sastra?!!”
“Tenanglah, tidak ada yang salah dengan itu” Fred mencoba menenangkan
“Kita mesti membuktikan kecurangan itu Fred, apakah kau setuju denganku?”
Seorang pria dewasa mendekat, dengan rokok di mulutnya “Apakah kau punya korek api?”
“Maaf kami tidak memilikinya” tanggap Cony, pria itu pun pergi.
“Aku setuju” Fred melanjutkan percakapan “hanya saja aku tak mau dilibatkan lebih jauh”
“Tentu, biar aku saja yang mencari tahunya, ini persoalan kemanusiaan kau tahu? Ini soal kejujuran!”
“Ya, ya, ya… terserah padamu saja. Aku harus pergi, selamat tinggal” Fred berdiri lalu melesat pergi dari hadapan Cony.
  ***
Akhirny Fred mengingatnya, ia yakin Cony telah mendapatkan informasi tentang Essack. Meskipun telah terselang lima tahun, informasi ini akan sangat berharga bagi semua orang. Rahasia akan terungkap. Namun ia berpikir, barangkali karir Essack akan hancur ditelan info dari Cony ini.
Esok hari, ia menemui perempuan berkacamata, sesuai dengan janjinya. Mereka bertemu di kantor, tepatnya di ruang kerja Fred. Jam menunjukan pukul 14.00 PM. Ia baru saja menyelesaikan tugas dari kantor, berkas-berkas di meja yang berantakan dirapikannya, agar perbincangan dengan perempuan itu nyaman. Tak lama kemudian perempuan itu datang. Ia mengetuk pintu. Tangan Fred memberi isyarat agar ia segera masuk.
“Ini berkas yang kemarin kau tagih” berkas yang dirapikan Fred tadi, ia sodorkan kepada wanita itu.
“Terimakasih, nanti akan aku cek” perempuan itu mengambil berkasnya dan berjalan menuju pintu. Namun, ia menengok kembali kepada Fred.
“Apakah kau telah membaca koran hari ini?” tanya perempuan itu
“Belum, memangnya kenapa?”
“Kalau tidak salah ada seorang sastrawan berinisial “E” tertangkap suatu kasus”
“Kasus apa?”
“Di koran ia diberitakan, penghargaan sastranya dicabut karena karyanya bukan asli karangannya. Bagiku itu merupakan ironi, berani-beraninya ia mengotori kesusastraan”
Fred tersentak, ia pikir Cony telah menguak rahasia itu. Mungkin nanti Cony akan segera menceritakan bahwa ia telah melaporkan Essack.
“Terimakasih telah memberitahuku”
***
Tepat pukul 15.55 di restoran dekat L Street, Fred sedang duduk menanti kedatangan Cony. Ia sudah tak sabar menunggu siapa sebenarnya dalang dibalik karya-karya Essack. Dari arah Barat Cony melambaikan tangannya dari jauh, dan berlari menghampiri Fred.
“Bagaimana kabarmu” tanya Cony setelah ia duduk di depan meja, Fred berada di depannya.
“Baik” jawab Fred singkat “Bagaimana pembicaraan kita waktu itu, apakah kau akan menceritakannya padaku. Janji itu, kau ingat kan?” lanjut Fred langsung menuju pokok permasalahan.
“Tentu…”
“Apa kau akan menceritakan soal Essack?” potong Fred
“Bagaimana kau tahu? Apa kau telah mengingat janji kita lima tahun yang lalu?” Cony tertawa
“Tentu saja aku ingat, coba ceritakan padaku”
“Aku akan menikah dengan Essack”
TAMAT

Comments

Popular posts from this blog

Berserk, Shingeki No Kyojin dan Kerancuan Agama

Fragmen #3 Dialog dan Anti-dialog

Review Buku: Filsafat Wujud Mulla Sadra