Keberadaan dan Pikiran
Oleh: Raja Cahaya islam
![]() |
Gambar diambil dari: |
“Sepertinya
hujan ini tak akan pernah reda” gumam seorang wanita yang sedang berteduh di
halte bis. Wanita itu mengenakan jas dan rok pendek berwarna hitam, kaca mata
yang ia kenakan sekaligus rambut pendek yang rapi, menandakan bahwa ia adalah
seorang pegawai kantoran, meskipun ia mengenakan sepatu pentofel hitam yang
sedikit berlumpur. Lumpur tak akan merubah statusnya sebagai pegawai dari suatu
perusahaan tertentu.
Fred
hanya bisa melirik wanita yang berada disampingnya, ia mencoba menebak, wanita
itu akan dimarahi oleh bosnya, karena seringkali wanita berjas hitam itu
melihat jam tangannya dengan muka yang masam, seolah ia dikendalikan oleh jam
tersebut, tapi jam tak pernah ada secara nyata, jam hanya proyeksi manusia.
Atau barangkali bukan jam yang mengatur wanita itu, tapi bosnya. Tapi apakah
bosnya tak dikendalikan jam sebagaimana wanita itu? Buktinya, mungkin bosnya
akan memarahinya, dengan alasan jam. Sepuluh menit kemudian mobil sedan hitam
menepi di hadapannya, lalu wanita itu bergegas menaiki mobil tersebut, dan
pergi, mungkin ke kantor. Tidak lama setelah mebil sedan itu pergi, bis yang
ditunggu Fred datang, sambil menyambutnya dengan cipratan air hujan.
“Hai
juga” sapanya kepada bis itu di dalam hati, lantas ia berlari menghampiri bis
itu dengan memayungi kepalanya dengan tas selendang coklatnya. Setelah berada
di dalam bis, ia duduk di kursi dekat jendela. Beberapa saat kemudian bis itu
berhenti, tiba-tiba wanita berambut agak coklat nampak dihadapan sorotan
matanya. Matanya begitu bening, hidung yang lancip dan bibir tipis berwarna
pink melengkapi keimutannya. Kulitnya begitu putih dan mulus, terlihat dari
lengannya yang tak tertutupi, karena ia menggunakan kaos berwarna abu-abu.
Celana jeans yang ketat beserta sepatu kate
melengkapi kemenawanan wanita itu.
“Boleh
aku duduk?” tanya wanita itu dengan muka yang datar.
Fred
mengangguk sambil meliriknya beberapa saat. Mereka tak berbincang selama
perjalanan, hingga fred harus turun dari bis tersebut. Hujan mulai agak reda,
hanya gerimis. Ia tak menutupi kepalanya lagi dengan tasnya, dan bergegas
melangkahkan kaki untuk sampai ke rumah. Ketika Fred mulai memasuki gang, ia
melihat sebuah papan berisi tulisan: “Apakah kau tak sadar sebenarnya kau
sendirian?” Papan itu membuatnya mengerenyutkan dahi, pertamakalinya ia melihat
papan itu setelah 25 tahun ia hidup, padahal setiap hari ia selalu melewati
gang ini, karena jalan ini merupakan satu-satunya akses menuju rumahnya.
Anehnya, tulisan itu membuatnya agak terpaku beberapa menit, dan tiba-tiba
jantungnya mulai memompa darah dengan cepat, nafasnya mulai tersenggal-senggal,
dan bumi pun mulai bergoyang-goyang seperti jelly. Dengan segera ia cepat
tersadar, dan mencoba mengambil napas panjang sambil memegang kepalanya dengan
tangan kiri. Matanya berkedip dengan cepat, dengan mulut yang masih menganga
mengeluarkan karbondioksida. Lantas bergegas berjalan menuju rumahnya. Ia
mengira, ia kelelahan setelah jam kerja yang agak padat hari ini, yang
membuatnya terpaksa untuk pulang agak sore.
***
Fred
berada di dalam suatu rumah berdinding kayu jati, ia sedang duduk di atas sofa
beludru hitam yang menghadap pintu dengan cat berwarna putih, pintu itu
terbuka, lalu menutup, terbuka, lalu menutup lagi. Tiba-tiba, perempuan berkaos
abu-abu yang ia lihat di bus sore tadi tiba-tiba datang dari pintu itu, lalu menghampirinya
dan membungkukan badannya. Lalu wanita berkaos abu-abu itu memegangi dagu Fred
dengan kedua jari lengan kanannya, wajah wanita itu sangat dekat dengan
mukanya, seolah ia akan menciumnya. Lensa mata yang berwarna coklat itu
menyoroti matanya. Fred hanya diam terpaku menatap wanita cantik itu.
Wanita
itu mulai berbicara “Orang di sekitarmu
hanyalah imaji, tak ada yang riil, mereka ada karena kamu mengindra mereka,
merasa mereka, dan memikirkan mereka, selebihnya mereka bukan apa-apa setelah
kau memalingkan segala dayamu, mereka akan hilang ditiup angin. Mereka akan
meletup seperti gelembung sabun yang ditusuk. Hilang selamanya.”
Wanita
itu menegakkan badannya, lalu meninggalkannya, tiba-tiba saja pintu itu
tertutup. Sontak Fred tersentak terbangun dari tidurnya. Lalu ia mencoba untuk
duduk di tempat tidurnya. Sepertinya, ia terlelap tidur ketika sampai di rumahnya,
buktinya ia tak sempat mengganti baju dan tidak menanggalkan sepatunya. Ia
masih kaget atas apa yang ia alami di dalam mimpi. Jam di dinding masih
menunjukan pukul 05.00 subuh, waktu kerjanya masih satu jam lagi.
“Darimana
datangnya mimpi itu?” ia menyangga jidatnya dengan tangan kirinya, sambil
menekuk lutut kaki kirinya.
“Apakah
mimpi itu benar, tunggu apa yang aku pikirkan, mimpi hanyalah imajinasi. Mimpi
itu tidak nyata.”
Fred
bangun dari tempat tidurnya, pergi ke dapur untuk minum segelas air bening.
Setelah minum, ia pergi keruang tengah, dan menyalakan TV sambil menyalakan
rokok yang ia simpan di saku celananya. Asap yang menyembur dari mulutnya,
kembali menenangkan dirinya. Jam di dinding ruang tengahnya, menunjukan pukul
05.08. TV tak memberikan acara yang mengasyikan, tak ada acara yang bagus, lantas
ia mematikannya, lalu pergi ke dapur untuk membuat kopi.
Fred
kembali ke kamarnya, lalu duduk di sebuah kursi yang berdekatan dengan jendela,
di depannya terdapat laptop yang sudah menyala. Ia hendak mencari tahu ramalan
cuaca di internet.
“Sepertinya
hari ini mesti bawa payung” Gumamnya dalam hati.
Ia
melirik jam di layar laptopnya, jam menunjukan pukul 05.15. Fred menyalakan rokoknya
kembali, lalu meneguk kopi arabika buatannya. Setelah puas dengan ramalan
cuaca, lalu ia menuliskan sesuatu di google bar: “Penyebab sesak pernafasan”.
Fred mengira apa yang terjadi padanya pada sore itu disebabkan oleh sesak
napas.
“Rokok
harus dikurangi” Ia mengambil kesimpulan dalam benaknya, lalu Fred langsung
menutup layar laptopnya, dan kembali melirik jam. Jam di dinding menunjukan pukul
05.30. Fred langsung bergegas pergi ke kamar mandi. Ia kembali lagi ke
kamarnya, dengan rambut yang basah, mengenakan kemeja putih dengan celana katun
berwarna hitam. Dasi yang ia pakai hari ini berwarna biru, sepatu pentople
coklat yang mengkilat menjadi pilihannya hari ini. Ia kembali melirik jam. Jam
dinding itu menunjukan pukul 06.00, waktunya berangkat kerja.
***
“Dokter, bagaimana kondisinya?” ucap seorang
wanita dewasa berambut hitam yang gelap.
Dokter
itu menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan belum adanya perkembangan.
Wanita
itu menucurkan air matanya, sambil menutup mulutnya dengan tangan kirinya. Lalu
ia melihat ke arah jendela ruang UGD, ia
melihat anaknya masih terlentang di atas
kasur ditemani tabung oksigen disampingnya. Matanya memejam bagaikan mayat,
tapi gerak naik-turun dari dada anaknya, masih menunjukan ruh yang belum
beranjak pergi dari jasad tersebut.
Seorang
wanita berambut agak kecoklatan yang mengenakan kaos abu-abu disertai celana
jeans ketat, datang menghampiri wanita yang sedang manatap jendela UGD itu.
Wanita berambut gelap itu berbalik, dan mereka saling memeluk. Ia menangis menjadi-jadi.
Wanita berkaus abu-abu itu pun mulai mengeluarkan air dari matanya, lalu
mempererat pelukannya kepada wanita dewasa itu. Setelah agak lama mereka saling
memeluk, wanita berkaos abu-abu itu memalingkan wajahnya untuk melihat jendela
UGD itu.
“Kapan
kau bangun Fred?”
TAMAT
Comments
Post a Comment