Keberadaan dan Pikiran

Oleh: Raja Cahaya islam
Gambar diambil dari: log.viva.co.id
Hujan begitu deras hari ini. Beruntunglah bagi para pejalankaki yang masih sempat dipeluk hujan dengan erat. Namun, orang-orang begitu membenci pelukan hujan, mereka lebih menyukai menghindari pelukan itu. Tapi disisi lain, mereka memerlukan hujan, bahkan begitu menanti kelahiran sang anak langit ketika mereka dilanda kekeringan di dalam tenggorokan mereka.
“Sepertinya hujan ini tak akan pernah reda” gumam seorang wanita yang sedang berteduh di halte bis. Wanita itu mengenakan jas dan rok pendek berwarna hitam, kaca mata yang ia kenakan sekaligus rambut pendek yang rapi, menandakan bahwa ia adalah seorang pegawai kantoran, meskipun ia mengenakan sepatu pentofel hitam yang sedikit berlumpur. Lumpur tak akan merubah statusnya sebagai pegawai dari suatu perusahaan tertentu.
Fred hanya bisa melirik wanita yang berada disampingnya, ia mencoba menebak, wanita itu akan dimarahi oleh bosnya, karena seringkali wanita berjas hitam itu melihat jam tangannya dengan muka yang masam, seolah ia dikendalikan oleh jam tersebut, tapi jam tak pernah ada secara nyata, jam hanya proyeksi manusia. Atau barangkali bukan jam yang mengatur wanita itu, tapi bosnya. Tapi apakah bosnya tak dikendalikan jam sebagaimana wanita itu? Buktinya, mungkin bosnya akan memarahinya, dengan alasan jam. Sepuluh menit kemudian mobil sedan hitam menepi di hadapannya, lalu wanita itu bergegas menaiki mobil tersebut, dan pergi, mungkin ke kantor. Tidak lama setelah mebil sedan itu pergi, bis yang ditunggu Fred datang, sambil menyambutnya dengan cipratan air hujan.
“Hai juga” sapanya kepada bis itu di dalam hati, lantas ia berlari menghampiri bis itu dengan memayungi kepalanya dengan tas selendang coklatnya. Setelah berada di dalam bis, ia duduk di kursi dekat jendela. Beberapa saat kemudian bis itu berhenti, tiba-tiba wanita berambut agak coklat nampak dihadapan sorotan matanya. Matanya begitu bening, hidung yang lancip dan bibir tipis berwarna pink melengkapi keimutannya. Kulitnya begitu putih dan mulus, terlihat dari lengannya yang tak tertutupi, karena ia menggunakan kaos berwarna abu-abu. Celana jeans yang ketat beserta sepatu kate melengkapi kemenawanan wanita itu.
“Boleh aku duduk?” tanya wanita itu dengan muka yang datar.
Fred mengangguk sambil meliriknya beberapa saat. Mereka tak berbincang selama perjalanan, hingga fred harus turun dari bis tersebut. Hujan mulai agak reda, hanya gerimis. Ia tak menutupi kepalanya lagi dengan tasnya, dan bergegas melangkahkan kaki untuk sampai ke rumah. Ketika Fred mulai memasuki gang, ia melihat sebuah papan berisi tulisan: “Apakah kau tak sadar sebenarnya kau sendirian?” Papan itu membuatnya mengerenyutkan dahi, pertamakalinya ia melihat papan itu setelah 25 tahun ia hidup, padahal setiap hari ia selalu melewati gang ini, karena jalan ini merupakan satu-satunya akses menuju rumahnya. Anehnya, tulisan itu membuatnya agak terpaku beberapa menit, dan tiba-tiba jantungnya mulai memompa darah dengan cepat, nafasnya mulai tersenggal-senggal, dan bumi pun mulai bergoyang-goyang seperti jelly. Dengan segera ia cepat tersadar, dan mencoba mengambil napas panjang sambil memegang kepalanya dengan tangan kiri. Matanya berkedip dengan cepat, dengan mulut yang masih menganga mengeluarkan karbondioksida. Lantas bergegas berjalan menuju rumahnya. Ia mengira, ia kelelahan setelah jam kerja yang agak padat hari ini, yang membuatnya terpaksa untuk pulang agak sore.
***
Fred berada di dalam suatu rumah berdinding kayu jati, ia sedang duduk di atas sofa beludru hitam yang menghadap pintu dengan cat berwarna putih, pintu itu terbuka, lalu menutup, terbuka, lalu menutup lagi. Tiba-tiba, perempuan berkaos abu-abu yang ia lihat di bus sore tadi tiba-tiba datang dari pintu itu, lalu menghampirinya dan membungkukan badannya. Lalu wanita berkaos abu-abu itu memegangi dagu Fred dengan kedua jari lengan kanannya, wajah wanita itu sangat dekat dengan mukanya, seolah ia akan menciumnya. Lensa mata yang berwarna coklat itu menyoroti matanya. Fred hanya diam terpaku menatap wanita cantik itu.
Wanita itu mulai berbicara  “Orang di sekitarmu hanyalah imaji, tak ada yang riil, mereka ada karena kamu mengindra mereka, merasa mereka, dan memikirkan mereka, selebihnya mereka bukan apa-apa setelah kau memalingkan segala dayamu, mereka akan hilang ditiup angin. Mereka akan meletup seperti gelembung sabun yang ditusuk. Hilang selamanya.”
Wanita itu menegakkan badannya, lalu meninggalkannya, tiba-tiba saja pintu itu tertutup. Sontak Fred tersentak terbangun dari tidurnya. Lalu ia mencoba untuk duduk di tempat tidurnya. Sepertinya, ia terlelap tidur ketika sampai di rumahnya, buktinya ia tak sempat mengganti baju dan tidak menanggalkan sepatunya. Ia masih kaget atas apa yang ia alami di dalam mimpi. Jam di dinding masih menunjukan pukul 05.00 subuh, waktu kerjanya masih satu jam lagi.
“Darimana datangnya mimpi itu?” ia menyangga jidatnya dengan tangan kirinya, sambil menekuk lutut kaki kirinya.
“Apakah mimpi itu benar, tunggu apa yang aku pikirkan, mimpi hanyalah imajinasi. Mimpi itu tidak nyata.”
Fred bangun dari tempat tidurnya, pergi ke dapur untuk minum segelas air bening. Setelah minum, ia pergi keruang tengah, dan menyalakan TV sambil menyalakan rokok yang ia simpan di saku celananya. Asap yang menyembur dari mulutnya, kembali menenangkan dirinya. Jam di dinding ruang tengahnya, menunjukan pukul 05.08. TV tak memberikan acara yang mengasyikan, tak ada acara yang bagus, lantas ia mematikannya, lalu pergi ke dapur untuk membuat kopi.
Fred kembali ke kamarnya, lalu duduk di sebuah kursi yang berdekatan dengan jendela, di depannya terdapat laptop yang sudah menyala. Ia hendak mencari tahu ramalan cuaca di internet.
“Sepertinya hari ini mesti bawa payung” Gumamnya dalam hati.
Ia melirik jam di layar laptopnya, jam menunjukan pukul 05.15. Fred menyalakan rokoknya kembali, lalu meneguk kopi arabika buatannya. Setelah puas dengan ramalan cuaca, lalu ia menuliskan sesuatu di google bar: “Penyebab sesak pernafasan”. Fred mengira apa yang terjadi padanya pada sore itu disebabkan oleh sesak napas.
“Rokok harus dikurangi” Ia mengambil kesimpulan dalam benaknya, lalu Fred langsung menutup layar laptopnya, dan kembali melirik jam. Jam di dinding menunjukan pukul 05.30. Fred langsung bergegas pergi ke kamar mandi. Ia kembali lagi ke kamarnya, dengan rambut yang basah, mengenakan kemeja putih dengan celana katun berwarna hitam. Dasi yang ia pakai hari ini berwarna biru, sepatu pentople coklat yang mengkilat menjadi pilihannya hari ini. Ia kembali melirik jam. Jam dinding itu menunjukan pukul 06.00, waktunya berangkat kerja.
***
 “Dokter, bagaimana kondisinya?” ucap seorang wanita dewasa berambut hitam yang gelap.
Dokter itu menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan belum adanya perkembangan.
Wanita itu menucurkan air matanya, sambil menutup mulutnya dengan tangan kirinya. Lalu ia  melihat ke arah jendela ruang UGD, ia melihat anaknya masih  terlentang di atas kasur ditemani tabung oksigen disampingnya. Matanya memejam bagaikan mayat, tapi gerak naik-turun dari dada anaknya, masih menunjukan ruh yang belum beranjak pergi dari jasad tersebut.
Seorang wanita berambut agak kecoklatan yang mengenakan kaos abu-abu disertai celana jeans ketat, datang menghampiri wanita yang sedang manatap jendela UGD itu. Wanita berambut gelap itu berbalik, dan mereka saling memeluk. Ia menangis menjadi-jadi. Wanita berkaus abu-abu itu pun mulai mengeluarkan air dari matanya, lalu mempererat pelukannya kepada wanita dewasa itu. Setelah agak lama mereka saling memeluk, wanita berkaos abu-abu itu memalingkan wajahnya untuk melihat jendela UGD itu.
“Kapan kau bangun Fred?”
TAMAT


Comments

Popular posts from this blog

Berserk, Shingeki No Kyojin dan Kerancuan Agama

Fragmen #3 Dialog dan Anti-dialog

Review Buku: Filsafat Wujud Mulla Sadra