Ekstasi Bukber
Oleh: Raja Cahaya Islam
Kemarin,
hari Sabtu tanggal 25 Juni 2016, aku melakukan ritual setahun sekali, yang
telah tiga tahun dilaksanakan oleh alumni dari sekolahku, yakni buka bersama;
kami biasanya menyebutnya "bukber". Buka bersama, sepertinya sudah
tak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia, karena bagiku ritual ini
senantiasa dilakukan oleh masyarakat setiap bulan Ramdhan; yakni, dimana umat
muslim melaksanakan puasa, sebagai bentuk pasrah diri dan ketaatan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Bentuk bukber, tidak hanya berbentuk reuni alumni sekolah saja,
karena bisa jadi, reuni seringali diadakan dalam kumpulan keluarga besar,
karyawan kantor, atau hanya berdua dengan pasangan kekasih. Tak ada batasan
pula berapa jumlah yang mesti ada, sehingga kumpulan tersebut disebut bukber.
Seperti aku sebutkan, bahkan sepasang kekasih yang berbuka di suatu rumah makan
pun, bisa disebut buka bersama.
Kembali
ke pembicaraan. Pada hari dimana biasanya sepasang kekasih memadu kasih, para
alumni sekolahku menggelar acara bukber, di suatu rumah makan di sekitar
Bandung. Kawan-kawanku yang hadir pada saat itu, relatif sedikit dibanding
tahun-tahun sebelumnya, kurang lebih terdapat sekitar 20-25 orang yang hadir. Berbeda
dengan tahun yang lalu, dimana terdapat 30-40 orang yang hadir. Salah satu
temanku, ketika aku bertanya apa penyebab berkurangnya orang yang hadir bukber
kali ini, berkata, sebagian besar yang hadir berasalan memiliki acara keluarga
yang lain, bahkan ada yang beralasan tidak tahu sama sekali. Bahkan, lagi,
tidak sedikit pula yang tak memberikan alasan secuil pun. Tapi, mengenai alasan
sebenarnya, mengapa mereka tidak bisa hadir, hanya Tuhan Yang Tahu. Disisi lain,
aku sempat berpikir, mungkin, mereka tak bisa hadir, karena sebagian dari kawan
seangkatanku telah berkeluarga—di usia muda!
Jika
ditanya, apa saja yang dilakukan ketika bukber? Kita makan, mengobrol, menangkap
beberapa gambar dengan sebuah alat penangkap bayangan—kami menyebutnya kamera;
atau menyampaikan beberapa informasi seputar angkatan kita, atau pun info
seputar sekolah. Misalnya, informasi mengenai guru yang sedang sakit, kawan
yang sedang sakit, kawan yang hendak menikah, acara makrab, atau proyek-proyek
tertentu. Aktivitas itu semua, selalu kita lakukan di tiap bukber angkatan.
Aku
sempat berpikir, apakah pengulangan-pengulangan yang terjadi di setiap bukber,
merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya orang yang hadir ketika bukber?
Aku berasumsi, mungkin saja itu penyebabnya; begitu pun salah satu temanku
mengatakan demikian. Atau bisa jadi, kawanku sebagian, meyadari suatu hal bahwa
buka bersama tidak memberikan ‘apa-apa’ bagi mereka, atau mungkin mereka
menganggap bahwa acara ini membuang-buang waktu saja. Karena toh apa-apa yang akan terlaksana ketika
bukber, hanya itu-itu saja. Aku akan memberikan contoh:
Kemarin,
kurang lebih pukul 17.39 WIB, aku sampai di lokasi buka bersama. Ternyata baru
sebagian orang yang hadir, dan semuanya laki-laki. Meja berbentuk persegi
panjang terhampar di hadapan kita. di atasnya, terdapat beberapa gelas the berwarna
kuning kecoklat-coklatan. Beberapa orang sibuk dengan gadget-nya, ada yang mengobrol, ada pula yang sibuk mem-bully teman yang lain. Kami melakukan
aktivitas tersebut, sambil menunggu adzan maghrib berkumandang; yang sambil
lalu kawan-kawanku yang lain hadir satu persatu, sehingga memenuhi kursi-kursi
kosong yang ada di sekitar meja. Setelah adzan, hidangan kami langsung
disediakan oleh beberapa pelayan. Oh ya, aku hampir lupa, ternyata orang yang
hadir bukber pada hari itu, didominasi oleh laki-laki, perempuan yang hadir
hanya 4 orang, itu pun yang 2 orang menyusul ke rumah makan ini.
Tanpa
berlama-lama menunggu kami langsung menyantap makanan kami hingga tak ada yang
bersisa. Setelah itu, kawan-kawan menyalakan rokoknya masing-masing. Tidak
semua, hanya sebagian orang, namun bagiku, kawan-kawanku yang perokok lebih
banyak ketimbang kawan-kawanku yang tidak merokok. Setelah makan usai, salah
satu kawan kami menyampaikan beberapa informasi yang cukup penting, kepada kita
semua. Kemarin, kawanku membicarakan ihwal: pembentukan kembali ikatan alumni
di sekolah kami, permohonan bantuan untuk merintis sekolah, rencana makrab
(malam pengakraban), serta pemberitahuan guru kami yang sakit. Seperti biasa,
yang menyimak dengan serius siaran dari temanku tidak begitu banyak, karena
mereka lebih cenderung sibuk untuk bercanda. Bagiku ini tak bermasalah. Setelah
penyampaian beberapa informasi, kami pulang.
Bagiku,
pola tahun ini sama dengan pola tahun kemarin. Bahkan tahun-tahun sebelumnya
pun demikian. Pola ini—meskipun ada beberapa perubahan sedikit, seperti
berubahnya informasi—selalu terulang di setiap tahunnya. Dan pola yang selalu
terulang yang paling fatal adalah, kami mesti membayar makanan kami! Oh begitu
mengerikannya. Bagiku, jika pola ini berlanjut—bahkan pola tahun ini—ini semua
akan membuatku bosan. Bahkan, mengerikannya, aku mulai menyadari bahwa untuk
apa diadakan bukber jika polanya itu-itu juga. Tapi, bukan berarti aku
menyalahkan bukber angkatanku saja, karena toh
di tempat lain pun ternyata polanya sama. Aku tekankan lagi, pola yang begitu-begitu
saja (meskipun di tempat lain berbeda cara dengan alumni sekolahku) selalu
terdapat di setiap bukber yang ada. Contohnya saja, kemarin aku melakukan
bukber bersama teman sekelompok kuliah kerja nyata mahasiswa, dan apa yang aku
temukan? Kebosanan yang lebih mengerikan dibanding bukber alumni sekolahku!
Betapa tidak, kami makan bersama dan setelah itu pulang, obrolan yang ada pun
hanya sedikit. Maksudku, dan menurutku, kami hampir tidak mengobrol!
Tapi
aku tidak menyangsikan, bahwa bukber merupakan wadah silaturahmi; dan wadah
melepas rindu dengan kawan-kawan. Juga, aku tidak menyangsikan kebosanan yang
ada ketika aku melakukan bukber—terkhusus yang aku rasakan tahun ini. Bagiku, bukber
alumni seperti semacam ekstasi, yang membuat kita ‘melayang’ sekejap dan pada
saat itu juga kita langsung tersadar, bahwa kita tidak melayang. Jadi untuk apa
bukber? Jawabanku adalah ‘menyia-nyiakan uang’, menikmati pola yang itu-itu
saja, dan mendapat kesenangan sesaat, karena besoknya aku tak merasakan efek
berkepanjangan dari bukber.
20
Juni 2016
Comments
Post a Comment