Mimpi dan Armin


Oleh: Raja Cahaya Islam

Kematian kerapkali memisahkan seseorang dari mimpi terbesarnya. Armin mengingatkan aku akan hal itu. Episode 82 dari Shingeki No Kyojin, merupakan saksi atas kematian Armin, begitu juga dengan mimpinya. Mimpi Armin cukup sederhana, yaitu melihat laut bersama Eren dan Mikasa. Namun, mimpi itu kini hangus dibakar asap dari Colosal Titan Berthold.
Kematian Armin, bukannya tak berarti. Kematian Armin tidaklah sia-sia. Ia telah berkorban untuk Eren; yang mana kondisinya tak memungkinkannya untuk mengalahkan Berthold dalam bentuk Titan. Dalam kondisi yang terdesak ia (Armin)  memutuskan untuk membakar habis mimpi-mimpinya. Berkorban demi Eren.
Ada yang menarik dari kematian Armin. Sebelum ia hendak mengalihkan perhatian Berthold—yang menyebabkan kematiannya, ia sempat menyampaikan sesuatu kepada Eren. Mungkin, semacam pernyataan agar Eren melakukan segala yang diperintahkan olehnya. Tentu, pada posisi ini Eren enggan untuk melaksanakan rencana dari Armin. Karena, siapa yang sudi mengorbankan nyawa temannya sendiri? Barangkali Eren berpikir demikian. Namun, tekad  kuat yang ditunjukkan oleh Armin, berhasil meluluhkan hati Eren, sehingga ia berani untuk mengorbankan sahabatnya. Yang menarik adalah, ketika Armin menitipkan mimpinya kepada Eren. Ia ingin agar Eren mewakili mimpinya, ia ingin agar Eren dapat mewakili dirinya melihat laut.
Sebagaimana aku sebutkan di awal. Mimpi seseorang akan musnah berikut dengan musnahnya ‘ruh’ dari seseorang. Aku pikir Armin berpikir demikian. Mengapa aku berkeyakinan seperti itu? Karena, apa yang dilakukan oleh Armin, yakni menitipkan mimpinya, merupakan suatu bentuk penolakan atas ‘keberakhiran’ mimpi seseorang dikala ajal menjemput. Maksudnya, Armin menghalihkan mimpinya kepada orang lain, agar mimpinya tetap abadi. Mimpi Armin laiknya perahu yang tetap berlayar, meskipun kapten kapal telah tiada! Apakah yang dilakukan Armin itu sia-sia? Menurutku tidak. Tapi memang, jika dipikir, seperinya menitipkan mimpi kepada orang lain merupakan suatu bentuk kesia-siaan. Namun, aku pikir lagi, tidak demikian halnya. Persoalan keterwujudan mimpi itu, tidak selalu mensyaratkan sang pemimpi mesti hidup. Karena, bisa jadi mimpi itu mesti terwujud tanpa si pemimpi. Disinilah letak menitipkan mimpi menjadi begitu berharga. Mimpi yang dititipkan, sebagaimana yang dilakukan oleh Armin, merupakan bentuk afirmasi terhadap ‘celah’ (menurutku ini merupakan celah) yang jarang dipikirkan oleh kebanyakan orang. Inilah letak kecerdasan Armin. Ia menyadari celah tersebut, yakni bahwa mimpi tak mesti terwujud bersama-sama dengan si pemimpi.
Tak sampai disitu. Efek dari penitipan suatu mimpi adalah, menjamurnya sang pemimpi-pemimpi lain. Dalam artian, si pemimpi malah akan bertambah banyak. Akan muncul beribu-ribu Armin! Bahkan perjuangan untuk mewujudkan mimpi Armin, akan semakin menjadi-jadi. Betapa tidak? Seorang—dalam kasus ini—Eren akan senantiasa mengingat jasa Armin, bahkan tak hanya Eren, rekan-rekan Armin lainnya pun akan membantu untuk mewujudkan cita-cita Armin.
Mari kita berdoa atas kematian dan kejeniusan Armin, dan semoga ia diberkati!

21 Juni 2016

Comments

Popular posts from this blog

Berserk, Shingeki No Kyojin dan Kerancuan Agama

Fragmen #3 Dialog dan Anti-dialog

Review Buku: Filsafat Wujud Mulla Sadra