Fragmen #12 Sunyi, dan Mengapa ia Datang

Gambar diambil dari: http://www.ebsqart.com/Art-Galleries/Abstract-Representational/51/The-Echoes-of-Silence/672858/


Kesunyian kembali berkecamuk ke dalam diriku. Orang yang selama ini aku tunggu dan dinanti telah hilang, entah kemana aku tak pernah tahu. Mungkin ia telah terjatuh dalam jurang abyssal, dan barangkali tak akan pernah kembali lagi. Kesunyian, hari demi-demi hari menggerogoti diriku, sampai aku benar-benar kepayahan. Benar-benar kepayahan.
Sepi. Itulah kata yang selalu menyelimutiku dari hari ke hari, dari jam ke jam, dari detik ke detik. Ah, sungguh sepi benar-benar menyiksaku, benar-benar membuatku tak tahan. Aku butuh pertolongan. Aku butuh uluran tangan. Aku butuh orang yang iba, yang simpati, yang empati. Ah, sungguh dunia ini begitu kejam terhadap diriku. Aku benar-benar mengutuk engkau wahai dunia! Kau telah membuatku merasa frustasi, depresi yang tak dinyana. 
Jujur, aku cukup keras kepala terhadap ketak jelasan, kemisteriusan, ketersembunyian. Hal tersebut sungguh mengganggu diriku. Dan justru, ketakjelasan inilah yang malah menghantuiku setiap hari. Aneh, sudah berapa kali aku tolak, tapi ia malah datang kepadaku. Entah, apakah ketidak jelasan memiliki dendam kepadaku? Padahal, semenjak kapan aku...? Ah, ya. Ketidak jelasan, kau ternyata dendam kepadaku, gara-gara kau aku tolak. Itu! Mungkin kau cemburu kepadaku. Gara-gara memihak kepada kejelasan.
Aku kira itulah alasannya, mengapa penantianku benar-benar sia-sia. Orang yang aku tunggu telah bersekongkol dengan ketidak jelasan. Aku pernah menuntut kepada orang ini, tentang mengapa ia bisa berada dalam 'kondisi' yang aku benci: penyebab berakhirnya relasiku. Ia hanya menjawab, tak tahu. Ini dia. Si perusak hubungan, si tidak tahu, si tidak jelas. Ternyata, dia bersekongkol! 
***
Tapi baiklah, sekarang aku sadar bahwa ketidak jelasan cemburu kepadaku, ia menuntut diperhatikan, menuntut dipedulikan. Baiklah aku mengalah, aku akan mencoba menerima ketidak jelasan. Tapi tidak secepat itu, karena kau masih merasa sakit, akibat dari kejadian 'itu' (baca: peristiwa yang sangat pedih). Aku akan mencoba berbaikan denganmu. Barangkali setelah ini, kau akan membantuku, menjalani hariku. Tolong, kali ini aku berpesan, jangan lagi menghantuiku semengerikan itu. Tolong, mulai saat ini, jangan terlalu menghimpitku, bolehlah sesekali kau datang, tapi berilah juga ruang bagi 'si jelas', aku khawatir ia juga cemburu kepadaku. Layaknya kau dulu.

Comments

Popular posts from this blog

Berserk, Shingeki No Kyojin dan Kerancuan Agama

Fragmen #3 Dialog dan Anti-dialog

Review Buku: Filsafat Wujud Mulla Sadra