Fragmen #5 Kemuakan

Aku bingung! Ya, sungguh aku sangat bingung terhadap orang lain. Orang lain yang ada di sekitarku. Tidak semuanya, tapi beberapa atau mungkin sebagian. Aku bingung terhadap kehidupan yang mereka jalani, seolah mereka hidup santai-santai saja tanpa ada keresahan sedikit pun. Padahal, aku pikir hidup ini sungguh bermasalah, hidup ini mesti diresahi.
Ah, aku bingung juga, mengapa dunia ini mesti meresahkan. Tapi, aku pikir yang resah hanya aku, bukan orang-orang yang ada disekitarku. Entah mengapa.
***
Gambar diambil dari: http://www.imgrum.org/user/pennymanart/713474162/1033153729290898945_713474162

Tunggu, mungkin kalian belum tahu apa yang aku bicarakan. Maka mari ikuti alur ceritaku.
Setiap hari aku menjalani rutinitas. Rutinitas yang terpola sedemikian rupa, yang mana aku belum pernah mengalami hari-hari ini sebelumnya. Ya, sebagai orang yang belum cukup dewasa berhadapan dengan waktu, atau dalam bahasa lain, sebagai orang yang kurang sadar akan kemewaktuannya, aku benar-benar baru mengalami pola seperti ini. Kata orang, pola disiplin seperti ini sungguh menjemukan, dan memang cukup terasa menjemukan, tapi bagaimana lagi? Jika aku tidak menjalaninya, atau mungkin kita, aku tak akan bisa hidup, survie barangkali. Kalian mungkin tahu apa yang aku maksudkan?!
Tapi aku jelas berbeda dengan orang lain. Jika orang lain cukup merasa bosan dan mengeluh, aku tidak demikian. Karena aku mencoba untuk mengiterupsi hidupku sendiri. Mungkin cuma aku yang menyadari hal ini, tapi aku yakin bukan cuma aku satu-satunya yang melakukan ini, ada orang lain yang melakukan hal yang sama. Tapi, mungkin juga cuma aku. 
Interupsi yang aku maksud di sini adalah, mencoba mempertanyakan ulang hidup yang aku jalani, atau setidaknya merenunginya sejenak, atau minimal mencoba menghadirkan rutinitas itu di dalam imajinasi lalu membayangkan bahwa semuanya berhenti, seolah-olah pikirankulah yang menghentikan dunia.
Bagiku, cara mengiterupsi ini merupakan kejeniusan yang luar biasa. Mengapa? Karena tak semua orang berani melakukannya. Karena butuh tenaga dan mental yang kuat yang berani melakukannya, dan juga kejeniusan yang unggul. Kita buktikan saja, siapa yang berani mempertanyakan hidupnya ditengah kenyamanan yang dijalani, atau mempertanyakan hidupnya ditengah rutinitas yang dijalaninya. Rutinitas itu juga bukan hanya hidup layaknya babi (tidur, bangun, makan seks) atau pola-pola monyet (kategori babi yang ditambah bekerja), tapi termasuk juga pola-pola yang dilakukan oleh orang-orang yang sok intelektual! Jadi ada orang yang sering mengkritik pola babi dan monyet ini, yang konon berasal dari kaum intelektual. Ya, sederhananya mereka-mereka adalah manusia-manusia yang melakukan kegiatan literasi, diskusi dan menulis dan semacamnya. Mereka, demikian pengakuannya, seolah telah lepas dari pola babi dan monyet itu. Padahal, bagiku mereka juga bisa tercebur ke dalam pola tersebut, jika mereka tak pernah mempertanyakan apa yang mereka lakukan.
Memang, mereka sering mempertanyakan realitas seturut kegiatan yang mereka lakukan, namun apakah mereka yakin bahwa aktivitas tersebut bukan merupakan rutinitas baru? Dalam artian, apa bedanya dengan rutinitas yang dilakukan monyet dan babi itu, jika toh ketiganya sama-sama rutinitas yang tak pernah diinterupsi. Apakah kalian paham alur pikirku?
Jadi aktivitas interupsi bisa diartikan sebagai penghentian segala rutinitas, dan kembali mempertanyakan makna rutinitas dan hidup itu sendiri apapun bentuknya.
Asal kalian tahu, aku sering melakukan ini, dan kalian akan tahu sendiri aku berada pada posisi mana: orang yang tenggelam dalam rutinitas, atau menjadi manusia yang mempertanyakan hidupnya. Jujur, aku pikir yang paling fundamental dari manusia adalah, aktivitas interupsi ini. Apakah dengan demikian sedikit saja yang disebut dengan manusia? Lalu, apakah cuma aku manusia di sini? Entahlah kalian bisa menyimpulkannya sendiri!
Kembali lagi, kebingunganku terletak di sini: aku bingung mengapa orang-orang lain yang ada di sekitarku tak pernah melakukan apa yang aku lakukan? Paling banter mengapa, ketika mereka diajak melakukan aktivitas ini mereka cenderung menghindar? Aku memiliki hipotesis, mungkin sebabnya adalah karena mereka orang-orang yang dekaden, tak mampu lepas dari rutinitas, tak mampu lepas dari rasa aman.

4 Agustus 2017

Comments

Popular posts from this blog

Berserk, Shingeki No Kyojin dan Kerancuan Agama

Fragmen #3 Dialog dan Anti-dialog

Review Buku: Filsafat Wujud Mulla Sadra