Fragmen #25 Mengejar Layla Bagian II

Malam itu hujan turun, aku masih terdiam di dalam hutan, menunggu hujan bosan turun. Angin malam begitu menggigit. Bulan masih tetap setia bersinar, melawan deras hujan, melawan kegelapan awan hitam. Pohon-pohon di sekitarku basah kuyub, daun-daun yang bergelantungan di setiap dahan dan ranting bergelayutan tak kuasa menahan berat terpaan air hujan. Aku begitu kedinginan, kesepian, tak tahu harus berbuat apa. Hutan ini begitu sunyi, deras hujan pun bahkan tak terdengar, suara mereka seolah-olah dibungkam sepi.
Laylaku tak kunjung datang, ia entah sedang berada di mana. Laylaku belum juga nampak hadir. Laylaku entah sedang bersama siapa sekarang. Jujur, aku kebingungan mencari Layla. Kabut kesendirian sekarang menyelubungi mataku, menyelubungi indraku, dan menutup seluruh radarku untuk mencarimu.
Layla, sudikah giliranmu yang mencariku? Aku begitu kelelahan, alam semesta tak kunjung mendukungku; entah kenapa. Layla, aku begitu lunglai sekarang, bingung mesti berbuat apa sekarang. Sampai hari ini, aku pun belum mengenalmu. Aku belum pernah bertemu denganmu. Tapi aku percaya bahwa kau ada di sana. Di ruang yang berbeda, di waktu yang berbeda pula. Aku di sini, mengutuk sang waktu, karena ia tak pernah iba denganku, ia tak pernah peduli atas kerinduanku padamu. Aku menghujat sang matahari, ia tak pernah menerangi jalanku dalam menemukanmu. Layla, air mataku kini mulai kering, habis terkuras.
Apakah aku mesti berhenti mencarimu Layla? Atau aku mesti meneruskan perjalanan ini? Kini aku tak memiliki motivasi, tak memiliki gairah untuk mencarimu. Tapi, hasratku masih menginginkanmu. Kehendakku masih berusaha menggapaimu, meskipun aku tak tahu engkau sedang berada di mana sekarang. Layla, aku begitu sedih.
***
Layla aku sayang sekali padamu, aku begitu rindu padamu. Aku tak tahan dengan kerinduan ini. Aku sudah muak dengan kepalsuan dan kebohongan yang selalu menyerangku. Iblis-iblis itu, sering menipuku, setan-setan itu seringkali menyamar menjadi dirimu Layla. Sampai sekarang, harapanku hanya tersisa sedikit sekali Layla, mungkin karena aku terlalu sering dibohongi, terlalu sering ditipu oleh mahluk-mahluk yang tak berperasaan itu. Aku bimbang sekarang Layla. Tapi Layla...
Laylaku yang berambut hitam, Laylaku yang bibirnya berwarna merah muda, Laylaku yang memiliki rona pipi yang indah, engkau sedang di mana sekarang? Apakah kau sedang berdansa dengan bayanganmu sendiri? Apakah kau sedang meminum anggur kematian? Apakah kau sedang mencekik harapanmu itu? Apakah kau sedang menginjak dan mengutuk mimpi? Layla, aku begitu penasaran, apa yang sedang kau lakukan sekarang.
Kau tahu Layla, aku semalam bermimpi bertemu denganmu. Mimpiku tidak begitu indah, tapi tak begitu buruk, mimpi ku biasa-biasa saja. Di dalam mimpi itu kau hadir, lalu menampar wajahku. Setelah itu kau mencium pipi kananku dengan lembut. Kau menempelkan bibirmu yang indah itu begitu lama, sampai-sampai aku terpaku, membisu begitu lama, planet-planet pun berhenti berputar demi menyaksikan kita berdua. Demi menyaksikan romansa kita berdua Layla. Apakah alam semesta cemburu? Tanya saja mereka Layla, tapi aku yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa mereka sangat cemburu pada kita. Betapa tidak, kita adalah pasangan yang cocok, begitu cocok, sangat cocok. Tak ada yang mampu menandingi kita berdua Layla. Semua mahluk akan cemburu!
Layla, tunggu apa lagi, kapan kau akan tiba Layla?
Setelah menciumku, kau diam membeku, menatapku dengan tajam, lalu kedua tanganmu kau letakan di atas pundakku. Setelah itu aku kebingungan, sangat-sangat bingung, aku tak tahu mesti apa. Setelah aku memutuskan untuk menangis, air mataku malah terbang, berlari, menjauhiku. Ketika aku ingin menciumu, bibirku pun tiba-tiba sirna dibawa angin malam. Ketika aku ingin menatap wajahmu dengan lekat, mataku tiba-tiba meledak, ketika aku ingin merasakan kulitmu, indra perabaku tiba-tiba mati, ketika aku hendak mendengarkan dengus nafasmu, aku hentikan kehendaku itu, karena aku khawatir aku tak bisa lagi merasakanmu lagi. Jujur, aku sangat menyesal dengan kehendak-kehendakku itu. Aku menyesal, karena karena mereka aku kini hanya bisa merasaimu dari satu sisi saja: mendengarkanmu. 
Apakah artinya ini Layla? Mengapa, beberapa indraku itu pergi? Aku tak pernah tahu Layla. Tapi setidaknya aku masih bisa bersyukur, bahwa telingaku masih bisa mendengarmu, meskipun aku tak menghendakinya. Betapa hebatnya, aku merasaimu tanpa sedikitpun aku menghendakinya. 
Lalu, kau menurunkan kembali kedua lenganmu itu, menjauhkannya dari pundakku. Kau tiba-tiba berbalik, lalu berjalan perlahan meninggalkanku. Di sana aku ingin menangis, tapi bagaimana? Aku kini tak memiliki mata. Mataku meledak. Aku ingin sekali memperlihatkan kondisiku padamu dalam mimpiku itu. Aku ingin, ah... aku tak ingin apa-apa lagi, aku khawatir kehendakku malah hilang.
*** 
Hujan mulai agak mereda sekarang Layla... Akhirnya, aku bisa meneruskan pencarianmu.
"Hei, kau," Nyamuk berbisik di telingaku. "Memangnya kau tahu kapan hujan ini benar-benar reda?" ia bertanya.
"Aku tak tahu" jawabku.
"1000 tahun lagi tolol!" nyamuk itu pun pergi, dan menghilang.

Comments

Popular posts from this blog

Berserk, Shingeki No Kyojin dan Kerancuan Agama

Fragmen #3 Dialog dan Anti-dialog

Review Buku: Filsafat Wujud Mulla Sadra