Fragmen #44 Akulah Sang Kebenaran
Aku tak pernah hidup dalam dunia yang dihuni oleh orang-orang lemah. Aku hanya sudi hidup diantara orang-orang yang telah melampaui kediriannya. Aku tak pernah pantas hidup dalam dunia kecambah yang tak hidup dengan cepat. Karena, aku begitu terhormat. Aku terlalu bermoral. Aku terlalu jenius.
Orang-orang lemah dan dekaden, memang pantas untuk dimusnahkan. Memang patut untuk dikurbankan di atas altar kematian.
Mereka wajib untuk dibakar hidup-hidup, di bawah panji kemunafikan yang mereka elu-elukan.
Ah, semua ini hanyalah permainan belaka, bagi sang penakluk dunia. Bagi sang aristokrat yang mampu melampaui segala realitas, yang dirasa menghambat bagi orang-orang rendahan dan miskin. "Semua ini hanya impian" begitulah ungkap pendeta-pendeta pengkhotbah kebenaran. Ketika mendengarkan ucapan itu, kita hanya perlu membiarkannya, karena ia akan terpanggang dengan sendirinya. Melebur dalam kenistaan dan kehinaan yang tak terperi. Mereka ini, orang-orang yang mengaku sok suci akan dilahap habis oleh gegap gempita kehinaan yang paling mencekam. Atau barangkali, neraka akan menghampiri mereka dengan suka rela karena perbuatannya.
Ya memang, tak ada yang mampu memahami hal ini. Tak ada yang sudi mencandra kemurnian dan kesucian ini. Maklum, semua ini adalah khotbah bagi orang-orang yang tersadarkan. Semua ini hanyah panji-panji bagi orang-orang yang memiliki mentalitas tuan. Tentu, ini tak akan pernah dan mustahil, mampu dicerna oleh orang-orang yang memiliki selera rendah. Ini adalah kebijaksanaan yang melampaui keduniawian, dan melampaui realitas yang supra-rasional.
Kepicikan adalah sebenar-benarnya kesopanan. Kemurtadan adalah sebenar-benarnya sakramen penyucian. Kemunafikan adalah sejujur-jujurnya kejujuran. Kebiadaban adalah sebenar-benarnya keberadaban. Bagi orang-orang berderajat nista, mereka akan merasa bahwa ini merupakan keanehan. Padahal, ini adalah satu-satunya kejeniusan yang tak akan pernah mereka daparkan, semumur hidup mereka.
Aku pernah bilang, keadilan hanyalah bualan omong kosong, mimpi di siang bolong, bagi para budak yang kelaparan dan juga sekarat. Dan memang, itulah kenyataannya. Fakta ini merupakan fakta yang lebih objektif dari fakta apapun. Lebih rigor daripada penalaran manapun. Lebih rigid dari konsepsi manapun. Semua orang belum menyadari hal ini, hanya aku yang sadar akan hal ini, karena memang akulah sang jenius itu, akulah sang intelegensia, akulah sang guru dari segala kebenaran yang telah menyingkapkan dirinya. Apakah aku akan dipercayai? Tentu saja sulit sekali dibayangkan. Karena memang, hanya aku yang mampu mencerna dengan baik segala ilham dan wahyu akan absurditas ini.
Siapa yang mengatakan bahwa absurditas tak mampu mewahyukan dirinya? Bagi orang yang memiliki konsepsi demikian, aku katakan, aku sabdakan, sesungguhnya mereka hanyalah onggokan belatung yang tak berharga. Aku ingatkan juga, bahwa kalian sedang dihinggapi ketololan yang luar biasa. Kebodohan yang paling rendah. Kebutaan yang berada di titik nadir. Bayangkan begitu rendahnya kalian?!
Comments
Post a Comment