Gumpalan Review Kedua: Cinta Mau Dibawa Kemana?[1]
Oleh: Raja Cahaya
Setiap orang mungkin pernah merasakan cinta, karena hal tersebut merupakan pengalaman yang sangat manusiawi. Meskipun tentu saja kadar kualitas cinta pun berbeda-beda, seturut perjalanan hidup seseorang. Kualitas itu ditentukan oleh pengalaman, sehingga sangat masuk akal jika kita menyebutkan bahwa anak kecil dan orang dewasa memiliki bentuk cinta yang sangat berbeda. Seorang anak tentu belum begitu paham apa yang disebut dengan cinta spiritual, karena dunianya pun masih terbatas di lingkup material. Ia hanya mengenal cinta, sejauh ia fisikal saja.
Lama
kelamaan, seturut perkembangan tubuh dan juga pengalaman, akhirnya horizon
pengetahuan si anak kecil pun berkembang, dari taraf fisikal yang sederhana,
menuju taraf abstrak, yakni ketika ia dewasa. Pengalaman pun tentu meluas, ia
mulai merambah ranah non-fisikal. Di mana si orang ini mulai tersibak
wawasannya, hingga ia bisa 'menatap' dan merasakan kehadiran yang-non-fisikal.
Cinta pun tak terbatas pada fisik, yang dalam hal ini terpatok ke tubuh saja.
Tapi jauh daripada itu, si orang dewasa ketika mencintai seseorang, akhirnya
mulai memerhatikan hal-hal yang di luar tubuh, seperti misalnya sifat,
kebiasaan, kenyamanan, tingkah laku dan lain sebagainya. Sehingga, kita tak
perlu mengerenyitkan dahi, ketika melihat orang dewasa yang tetap saling
mencintai, meskipun kedua orang dewasa ini dari segi fisik sudah reot. Jelas
karena patokan cintanya sudah berbeda, melampaui tahap fisik.
Nah, masalahnya adalah masih saja ada orang yang mandeg. Yakni orang yang terjebak dalam dunia anak kecil, yang dalam hal ini tak mau beranjak dari kualitas cinta yang rendah menuju kualtas cinta yang lebih tinggi. Pertanyaannya kenapa demikian?
Bisa
jadi, problem utamanya adalah si orang mandeg ini tak mampu membuktikan
keberadaan realitas non-material, sehingga ia tak percaya dengan cinta yang
non-material pula. Karena kadung lama tinggal dalam cinta fisik, maka ia pun
terkondisikan sedemikian rupa sehingga seolah-olah cinta yang ada itu hanyalah
cinta fisikal, tak lebih tak kurang. Mirip orang yang terbelenggu dalam Alegori
Gua-nya Platon, yang hanya bisa menatap satu realitas saja. Yang pada sisi
lain, sebenarnya realitas yang ia lihat (realitas fisik) hanyalah salah satu
wilayah, tempat, atau ranah, sedangkan di luar sana terdapat realitas yang
lebih kaya, yang lebih tinggi derajatnya.
Kemudian,
persoalannya adalah, bagaimana kita tahu bahwa di luar realitas ini terdapat
realitas yang lebih baik? Logikanya begini, jika realitas yang ada itu hanya
realitas fisikal atau material, maka mau tidak mau, seharusnya kita tak pernah
mengalami rasa bosan dengan dunia material. Kita seharusnya sudah merasa cukup
dengan realitas material saja. Namun, faktanya kita selalu menuntut lebih, kita
bosan, kita lelah dengan realitas yang itu-itu saja. Pertanyaannya, mengapa
kita bosan? Nah, titik bosan ini setidaknya adalah tanda atau sinyal, bahwa ada
realitas lain. Sinyal itu tentu saja berasal dari dunia lain yang berbeda
dengan dunia ini. Mirip dengan cerita alien di film-film, yang mengirim sinyal
ke planet bumi. Setidaknya bagi orang yang tersadarkan, rasa bosan itu
merupakan kode agar kita ngeuh bahwa di sana ada kenyataan, dunia, tempat lain
yang berbeda. Begitu pun dalam konteks cinta. Ketika kita merasa bosan dengan
cinta material, sesungguhnya cinta ilahiah sedang memanggil kita di luar sana,
dia sedang memberikan kode kepada kita, dia sedang merindukan kita, meminta
kita menjemputnya, merindukan kita agar cepat-cepat mendekapnya, memeluknya,
memilikinya.
Cinta ilahiah, pada akhirnya mesti kita gapai. Ketika seseorang mengalami rasa bosan, maka bergeraklah, jemputlah kode itu, tafsirlah sinyal itu. Tapi bukan berarti cinta material itu dibuang begitu saja, dan dianggap tidak ada. Karena kita pun tak bisa menampik fakta bahwa cinta kita bertolak dari ranah itu. Kita wajib berkubang di dalam cinta material terlebih dahulu. Bahkan bisa dibilang orang yang belum merasakan rasa mentok di ranah material, ia tak akan paham cinta non-material; bisa dibilang bahwa hubungan posisi cinta non-material dan cinta material itu mirip hubungan angka 1 dan 2, di mana angka 2 bisa kita pahami jika terdapat angka 1.
Dengan
demikian, jika kita merasa bosan dengan cara mencintai kita yang sekarang, maka
berbahagialah, jangan bersedih, karena sebenarnya bentuk cinta non-material
sedang memanggil kita, sedang menyuruh kita untuk menangkapnya.
Comments
Post a Comment