Setelah Membaca Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci
Oleh: Raja Cahaya
Kemarin saya baru saja menyelesaikan buku Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Saya sendiri sebenarnya bukan orang yang fokus pada kajian Marxisme, tapi entah mengapa saat saya bertemu pertama kali dengan buku itu, saya tiba-tiba ingin membelinya. Tapi, buku itu tak langsung saya baca, mungkin sekitar 1-2 tahun kemudian, barulah saya membuka buku itu, dan berniat untuk menyelesaikannya. Alasan saya untuk menyelesaikan buku itu sederhana sebenarnya: saya kasihan terhadap buku itu, ia belum pernah disentuh lagi setelah beberapa tahun.
Saya mengetahui Gramsci pertama kali, dari kakak kelas saya di kampus. Dan konsep yang saya kenali pertama kali adalah: hegemoni. Saya begitu terkesan mendengar kata itu, karena saya langsung ingat tentang strategi politik. Meskipun kakak kelas saya tidak membahas konsep hegemoni dengan dalam karena keterbatasan waktu. Setelah itu, saya pun bertemu Gramsci di buku Romo Franz Magnis Suseno, Dalam Bayang-Bayang Lenin. Yang sekarang saya sudah lupa apa yang ditulis oleh Romo tentang Gramsci. Akhirnya, saya bertemu dengan tulisan Roger Simon.
•
Konsep Gramsci tentang Hegemoni, sebenarnya lahir dari reaksinya terhadap ekonomisme. Ekonomisme merupakan pandangan yang menganggap bahwa suprastruktur (ideologi-politik) adalah cerminan dari basis-struktur (ekonomi). Jadi suprastruktur dideterminasi secara penuh oleh basis struktur. Suprastruktur dianggap sebagai entitas yang pasif, dan tak memiliki otonomi sama sekali.
Pandangan ini ditentang oleh Gramsci, ia mengatakan bahwa suprastruktur pun memiliki kehidupannya sendiri di hadapan basis, namun sejauh ia dibatasi oleh basis itu sendiri. Simon menggunakan istilah otonomi relatif untuk menyebut kedudukan Gramsci itu.
Dengan konsep ini, Gramsci akhirnya menganggap penting perjuangan politik, dan hal ini senafas dengan Lenin. Hanya saja, Gramsci memperluas konsepnya.
Dari sanalah muncul istilah Hegemoni. Hegemoni bisa dimaknai kurang lebih sebagai strategi penguasaan yang tidak hanya bersifat koersif, namun ia juga diafirmasi secara sukarela oleh yang dikuasai. Hegemoni juga merupakan bagian lain dari operasi ideologis.
Lalu siapa yang mengoperasikan hegemoni itu sendiri? Jawabannya adalah intelektual. Intelektual ini bertugas membangun hegemoni, untuk mengalahkan hegemoni dominan. Tentu, yang dimaksud oleh Gramsci di sini adalah hegemoni sosialis. Menariknya, Gramsci tidak hanya terpatok oleh analisis kelas dalam strategi hegemoninya, ia mengatakan bahwa analisis kepentingan lain, di luar analisis kelas pun wajib untuk direngkuh. Kepentingan di luar kelas itu misalnya, kepentingan dari kaum feminis, ekologis dan lain sebagainya. Ketika kepentingan-kepentingan itu diakomodir dalam strategi hegemoni, maka muncullah apa yang disebut dengan blok-historis. Tentu saja, blok-historis itu merupakan sebentuk wujud dari kepentingan umum yang menghimpun pluralitas kepentingan tadi. Gramsci yakin, bahwa hegemoni akan terjadi jika operasinya berjalan demikian. Sehingga, Gramsci menolak sebentuk kepentingan yang bersifst eksklusif terhadap kepentingan-yang-lain, atau yang ia sebut dengan korporasi. Jadi, ekslusifitas gerakan tak diinginkan oleh Gramsci.
Lalu pertanyaannya, bagaimana operasi hegemoni-sosialis itu muncul? Operasi hegemoni-sosialis muncul dari tatanan itu sendiri. Jadi hegemoni bentuk itu bersifat imanen di dalam tatanan hegemoni dominan. Begitu pun juga dengan ideologi, sebagai salah satu unsur lain dari hegemoni.
Ideologi di sini, mesti ditafsir secara konkret dan abstrak sekaligus. Ia abstrak karena ia merupakan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, namun ia konkret karena ideologi menubuh dalam laku dan praktik.
Muncul pertanyaan di sini, mengapa hegemoni sosialis itu diniscayakan? Jawaban terhadap pertanyaan ini, mesti membuat kita kembali kepada pemilahan Marxian tentang analogi dua struktur, yang mana satu struktur mendeterminasi struktur lainnya (namun ingat, bahwa Gramsci menekankan otonomi relatif). Jadi, hegemoni Gramsci ini terarah pada tujuan tertentu, yakni hegemoni-sosialis, dan bukan semacam hegemoni yang tak terarah.
Peran yang mengoperasikan hegemoni itu, sebagaimana disebutkan di awal, adalah intelektual. Intelektual dimaknai oleh Gramsci sebagak orang yang memiliki pandangan-dunia sekaligus yang mengorganisasikannya dalam laku konkret. Intelektual ini, bagi Gramsci, harus muncul dalam blok-historis yang ingin mengoperasikan hegemoni. Dan tentu saja, setiap kalangan, entah itu dari pihak borjuasi atau proletariat, memiliki intelektualnya sendiri. Sehingfa bisa dikatakan, bahwa tatanan, khususnya negara merupakan medan perang antar setiap hegemoni yang dijalankan oleh tiap pihak intelektual. Dan intelektual ini, mesti lahir dari masyarakat. Tuntutan intelektual pun jelas, ia adalah orang yang memiliki keterlibatan aktif dengan pengorganisiran, dan bukan, apa yang disebut oleh Gramsci sebagai (dalam konteks gerakan Marxis misalnya) kursi malas Marxisme. Para intelektual bertugas untuk membentuk kesadaran moral dan intelektual yang ada di masyarakat. Tapi tugas membentuk ini tidak berarti bahwa masyarakat tidak memiliki pandangan-dunia sendikit pun. Mereka memilikinya, hanya saja kerap kali, mereka atau masyarakat awam (ini istilah Gramsci) ini sering mengalami ketidak koherenan antara pandangan-dunia dan praktik nyata, baik disadari maupun tidak (misalnya masyarakat memiliki pandangan mengenai ketidak adilan tatanan yang ia alami, namun tindakannya dalam keseharian malah pro pada tatanan dunia yang tidak adil). Di sinilah tugas seorang intelektual untuk menyatukan kembali teori dan praktik (tentu saja sang intelektual pun dibebani tuntutan kesatuan itu). Nilai-nilai yang ingin dibentuk atau dibangun itu pun mesti dipahami bukan sebagai suatu hal yang baru (di luar masyarakat atau tatanan tertentu), namun nilai-nilai itu telah-hadir di dalam masyarakat, dan tugas intelektual adalah menghadirkan nilai-nilai itu sehingga ia menjadi dominan.
Dari sistem operasi itulah, hegemoni bisa bekerja.
•
Setelah mebaca Roger Simon tentang Gramsci, akhirnya aku merenung sebentar, lalu saya berpikir, jika saya mengafirmasi hegemoni Gramsci, apakah saya tenggelam dalam hegemoni ala Gramsci, dan telah lepas dari hegemoni borjuasi? Lalu apa kiranya patokan bahwa saya sedang dihegemoni oleh pihak tertentu? Jawabannya saya tidak tahu. Tapi beberala detik kemudian saya berpikir, mungkinkah jika patokan bahwa saya sedang dihegemoni oleh hegemoni borjuasi adalah ketika saya tidak membaca hegemoni Gramsci?
26 Desember 2018
Comments
Post a Comment