Posts

Egois

Manusia modern memang egois. Selalu ingin berkata-kata, selalu ingin didengar, selalu ingin dipahami. Kalau pun mereka mencoba mendengar, pendengarannya hanya disiapkan untuk membalas, bukan untuk memahami. Kalau pun mereka bilang, "ya aku mendengarkan", mereka sebenarnya hanya ingin tampak sedang mendengar, atau justru terpaksa karena khawatir ia tak didengar lawan bicaranya lagi. Tepat pada titik itulah, mereka kesepain, selalu merasa dunia ini sunyi dan hampa. Telinga-telinga itu leleh, terseret ombak narsistik. Sebuah narsisisme yang ingin agar dunia dan orang lain tunduk menjadi budak di bawah mulut yang tak tahan menahan ledakan emosional, yang mencari sebuah tong. Tong yang kosong, atau dipaksa kosong. Dalihnya hanya satu, "jika aku tak dipahami, maka aku akan hancur. Kendaliku pergi entah kemana".  Dengan permintaan inilah, mereka mencari rasa iba. Namun, rasa kasihan, perhatian dan empati yang diberi oleh orang lain, sebagai respon atas kenelangsaan tadi, a...

Tentang Pasangan Hidup

Kehadiran pasangan hidup itu penting. Setidaknya, jika kau benar-benar sedang berada dalam kondisi hancur & tak berbentuk, dia lah yang pertama kali, dan menjadi satu-satunya orang yang akan selalu berkata: "tenang, kau masih ada."

Ketamakan

Adalah ketamakan dan sebuah ketaktahudirian yang biasanya muncul dalam sikap merasa bisa berdiri sendiri, bukan berkat/karena adanya orang lain; bahkan menegasi peran orang lain. Contoh konkretnya adalah sikap _bossy_. Sebuah sikap lupa akan adanya pekerja, pembantu, pendorong, yang sebenarnya merupakan sang penopang utama mampunya menggapai ujung langit. Konkretnya Pemilik modal yang lupa diri, bahwa dirinya takkan pernah mencapai pencapaian tertentu, tanpa adanya pekerja. Orang kaya yang lupa diri bahwa dirinya takkan pernah mencapai kondisi kaya, tanpa ada si miskin yang menyerahkan tenaganya. Orang berkuasa yang lupa diri bahwa dirinya takkan pernah mencapai kondisi berkuasa, tanpa ada yang ditindas. Pesan untuk para penguasa, pemodal, orang kaya, dll. Beranikah anda membagi dan menyerahkan semua yang anda miliki pada yang tertindas? Oh saya lupa, anda itu telah tamak dan sudah tak memiliki moral. Berlagak berhasil atas usaha sendiri, padahal hasil dari menindas orang lain....

Kematian Yang Mulia

Oleh: Raja Cahaya Demikianlah , pengetahuan-pengetahuan itu kini--yang berlimpah ruah itu--hanya menjadi riasan wajah terapuh. Hanya menjadi berhala-berhala yang dahulu pernah dihantam palu godam Ibrahim. Sayangnya retakan dari topeng-topeng pengetahuan itu tak terdengar oleh si penari. Mereka terlalu pongah; Sibuk menampakkan topeng paling ideal yang mereka punya. Padahal di balik topeng itu hanya ada keloyoan dan kerentanan. Wajah yang riil itu hanyalah lempung yang amorf! Tak perlu ada ratapan Tak perlu ada kasihani Tak perlu ada iba Karena tak ada lagi yang bisa dilakukan lagi... Kecuali menatap calon fosil yang sedang menari-nari, Mendengerakan derak detik-detik kejatuhan dari sang "adiluhung" 16 Juli 2019

Ringkihan Peradaban

Aku pikir kita mesti mempertimbangkan efek-efek dari popular culture. Di mana anak muda, mulai memuja kemalasan, sinisme tak karuan, dan kedangkalan-kedangkalan lainnya. Di mana anak muda mulai enggan untuk dikritik secara diskursif, jatuh dalam banalitas. Di mana kritik hanya direspon dengan: "tinggal unfollow aja" Menjamurnya narsisisme! Pemujaan atas diri yang berlebih. Vulgaritas dan segala yang dulu dianggap rendah kini dijadikan kebanggaan. Kemalasan, kendangkalan berpikir, sensualitas yang buruk, dan segala rupa nir-talenta menjadi semacam pajangan "keadiluhungan", "kebanggaan estetis", pujaan, dan berhala baru. Kemendayuan, kelemahan, keloyoan gairah hidup, cinta-cinta nihilistik, menjadi ganja masa kini. Menjadi tren yang wajib disembah. Menjadi karikatur spiritual yang mesti ditiru polanya. Berhala baru itu seolah menitah: tampilkanlah segala narsisismemu, semakin kau tampil buruk, rendah, dan dangkal, maka kau akan tampil laiknya bintan...

Tentang Keputusasaan

Akhirnya aku berpikir, bahwa titik nadir dari kealpaan harapan hidup, keresahan dan kegetiran paling ekstrem adalah, ketika kita menganggap bahwa orang lain biasa saja. Tak bernilai. Kosong. Nihil. Akhirnya aku merasa, betapa salahnya ketika seseorang menganggap bahwa dirinya sedang resah, papa dan gelisah, tapi masih mengindahkan makna dari orang lain, meskipun makna itu mewujud dalam nilai yang negatif: penolakan, dibenci, dicurangi, dikhianati, ditipu... Bagiku orang tersebut belum mencapai palung keputusasaan. Titik keputusasaan menurutku berarti, sudah tak ada nilai apapun yang mewarta dalam dunia. Sudah tak ada lagi hamparan makna. Sudah tak ada lagi arti yang merebah. Maksudku sudah tak ada nilai sama sekali! Nilai positif dan negatif tak bersisa. Semua sirna. Itulah titik keresahan dan keputusasaan yang paling dalam. Yang paling radikal. Yang paling mengkhawatirkan! Sayangnya, orang masih menganggap bahwa kegetiran karena diasingkan dan dilecehkan orang lain adalah keputus...

Tentang Kelesuan

Oleh: Raja Cahaya Kita mesti akhiri segala keriangan, segala pesta pora, dan harapan-harapan yang sedaritadi menari-nari di atas kepala kita. Karena kita harus sadar, bahwa secercah kepalsuan mulai menampak. Semburat warna merah yang meleleh di ujung cita kita, kini sedang menyongsong segala optimisme dan euforia yang kita elu-elu kan selama ini. Kita juga mesti akhiri, segala pesimisme yang memuakan, yang hanya mengulang-ulang derita, yang alih-alih membuat manusia bersedih, tapi ia malah membuat mereka nampak terbiasa. Di dunia ini tak ada apa-apa yang tersisa, kecuali puing-puing kesedihan dan ratapan. Tapi kesedihan dan ratapan itu bukan semacam pesimisme dari sang papa. Ia hanyalah wujud ekspresif dari sang penerima kehidupan, yang sebenarnya tak pernah menawarkan apa pun.