Posts

Showing posts from October, 2017

Fragmen #26 Mengejar Layla Bagian III

Aku melihatmu saat itu, tepat di sore hari yang cerah. Kau sedang berjalan bersama seseorang, bergandengan tangan, dengan khidmat mengobrol tentang suatu hal yang tak pernah aku tahu. Aku hanya dapat melihatmu dari jauh. Kau bergandengan tangan dengannya, melewati ruang dan waktu. Kau nampak riang, kau nampak bahagia. Desir angin tak mengganggu perjalananmu, tak pernah menginterupsi kesibukanmu dengannya.  Aku hanya bisa melihatmu dari jauh, memerhatikan pipimu yang bulat berwarna sawo matang. Matamu bagaikan mata kijang, matamu begitu hitam legam, lenganmu nampak halus, laiknya kain sutra yang baru saja selesai dijahit. Sayang, aku belum pernah merasakan kelembutan itu, menyentuh surga perabaan, belum, aku belum pernah, tapi akankah?  Kau masih berjalan di bawah sorot matahari jingga, yang malu-malu menampakan dirinya sepenuhnya. Sepertinya ia malu melihat kesempurnaanmu, ia tak percaya diri terhadap keindahanmu. Kau masih berjalan menembus masa lalu. Kau berjalan maju ...

Fragmen #25 Mengejar Layla Bagian II

Malam itu hujan turun, aku masih terdiam di dalam hutan, menunggu hujan bosan turun. Angin malam begitu menggigit. Bulan masih tetap setia bersinar, melawan deras hujan, melawan kegelapan awan hitam. Pohon-pohon di sekitarku basah kuyub, daun-daun yang bergelantungan di setiap dahan dan ranting bergelayutan tak kuasa menahan berat terpaan air hujan. Aku begitu kedinginan, kesepian, tak tahu harus berbuat apa. Hutan ini begitu sunyi, deras hujan pun bahkan tak terdengar, suara mereka seolah-olah dibungkam sepi. Laylaku tak kunjung datang, ia entah sedang berada di mana. Laylaku belum juga nampak hadir. Laylaku entah sedang bersama siapa sekarang. Jujur, aku kebingungan mencari Layla. Kabut kesendirian sekarang menyelubungi mataku, menyelubungi indraku, dan menutup seluruh radarku untuk mencarimu. Layla, sudikah giliranmu yang mencariku? Aku begitu kelelahan, alam semesta tak kunjung mendukungku; entah kenapa. Layla, aku begitu lunglai sekarang, bingung mesti berbuat apa sekarang. ...

Fragmen #24 Cara Menjadi Sukses

Kesuksesan ialah ketika kita menyadari bahwa dunia ini tidak baik-baik saja, sekaligus baik-baik saja. Ya, benar, dunia ini, tempat di mana kita hidup. Tempat di mana kita lahir lalu mati secara sia-sia. Dunia ini tidak baik kawan, tidak, sama sekali tidak. Pembunuhan di mana-mana, perampokan di mana-mana, keputusa asaan di mana-mana. Kita menemukan orang yang mati kelaparan di suatu tempat. Kita menemukan orang yang menjerit kesakitan karena disiksa. Kau tahu kawan, di sebrang dunia sana, terdapat perempuan yang berteriak-teriak. Ia meneriaki kekejaman yang dilakukan tetangganya. Ia meronta dan memukul tetangganya. Ternyata tetangganya sedang menyayat telinga ibu si perempuan yang berteriak. Sedangkan si perempuan ini terikat di tiang yang ada di tengah rumahnya. Sukses adalah menyadari bahwa kejadian ini sedang terjadi, atau pernah terjadi. Ada seorang laki-laki yang sedang merayap di atas tanah kering. Ia merayap bagaikan cacing. Ternyata ia begitu kelaparan, tapi ia tak bisa...

Fragmen #23 Soal Kesalahan

Aku sadar, bahwa aku melakukan kesalahan. Kesalahan itu bisa dibilang sungguh mengerikan. Kau pasti sangat tersakiti, aku tahu itu. Dan, aku malah tak memedulikan kondisimu saat itu. Ah, betapa kejamnya aku. Aku membiarkanmu terlunta, dijebak harapan yang menipu. Dan aku? Aku hanya bisa memberimu delusi. Delusi yang begitu najis, dan patut diludahi. Tapi, kau bak malaikat. Kau begitu baik, kau begitu saleh. Kau bahkan membiarkanku menari di atas darahmu. Kau biarkan aku tertawa di atas puing-puing kejujuran yang porak poranda itu. Aku sadar, bahwa aku begitu jahat. Aku begitu picik. Aku telah menyia-nyiakanmu. Aku telah merelakanmu menari dalam kegelapan, sendirian, sepi; tercekik! Aku bersalah. Aku melakukan kesalahan. Aku berdosa. Aku ingin memohon maaf padamu. Aku benar-benar menyesal. Aku nelangsa sekarang. Aku begitu tersiksa oleh rasa bersalah ini. Pohon-pohon itu setiap.hari menghujatku. Langit-langit selalu meludahiku. Bahkan, matahari enggan lagi melihatku. Mereka selalu men...

Fragmen #22 Aku Sang Pemuja Kecantikan

Taukah kau, bahwa aku adalah sang pemuja kecantikan dan keindahan. Aku adalah orang yang hanya memuja kesempurnaan dan keeksotisan. Aku hanya memuja kesimetrisan. Tapi, meskipun aku memuja kesempurnaan, aku memberi kesempatan kepada hal-hal yang chaos untuk turut serta bergabung dalam dramaku. Bolehlah sekali-sekali mereka tampil, tapi mereka tak boleh berlama-lama. Mereka hanya diberi waktu barang sebentar saja. Wajah. Kau tahu, aku mencintai wajah. Wajah yang sempurna, tak tergores sedikitpun. Wajah yang menunjukkan keasilan. Wajah yang rupawan karena ia simetris. Cantik itu relatif! Itu kata orang. Ah itu hanya omong kosong, mimpi di siang bolong. Cantik itu absolut! Cantik itu tak mungkin berbohong ketika ia menampakkan dirinya. Itulah kesempurnaan, kerupawanan. Ia dapat dihitung secara matematis. Ia merupakan  wajah yang tertata dengan rapi, terlukis dengan garis-garis lurus berikut lengkungan yang baik. Keindahan yang mewajah. Barangkali itu kata yang tepat diucapkan. Kem...

Fragmen #21

Kau tahu wahai malam, bahwa aku mencintaimu. Aku sangat-sangat mencintaimu. Tapi aku tak pernah tahu apa alasannya. Kau begitu cantik dengan kegelapanmu, kau begitu menawan dengan bintang-bintangmu.  Wahai malam, semilir angin yang kau kirimkan kepadaku aku terima degan suka hati. Kegelapanmu yang membutakan selalu menemaniku setiap hari. Malam, jangan pernah kau pergi lagi. Jangan pernah, karena aku selalu menunggumu. Aku benci Siang. Ia selalu membuatku melihat segalanya. Ia memperlihatkanku kebiadaban dan kerakusan. Ah, dia begitu tega memperlihatkan kengerian itu setiap hari. Tapi, kau duhai Malam, selalu menutupi kejelekan-kejelekan itu. Aku yakin, kau melakukan itu karena kau begitu mencintaiku. Kau begitu menyayangiku, sampai-sampai kau tutupi segala kemunafikan dunia. Membuat seluruh penduduk semesta ini lelah dan terlelap tidur.  Siang, aku akan selalu mengutukmu. Kau malah memberiku ketersingkapan itu. Kau malah membuat semua orang bangun. Padahal kau kan t...

Fragmen #20 Sunyi

Selongsong sunyi telah meletus. Laras sepi telah membludak. Granat keheningan membuncah. Perang yang bisu telah dimulai. Tak ada pertolongan, yang ada hanya uluran tangan kepedihan. Hanya ada sayatan kemelaratan dan luka. Kini hanya ada nanah dan darah. Harum busuk kekalahan menyebar ke seluruh sudut-sudut hati yang kesepian. Apa artinya homo socius, jika manusia-manusia dibiarkan sendirian? Gemerincing lonceng kematian mulai terdengar. Air mata mulai menuruni pipi. Terus mengalir, tak pernah berhenti. Sang waktu pun bungkam, enggan bersaksi atas kesengsaraan manusia. 1 Oktober 2017